Thursday, July 20, 2017

#2 Cerita Pagi Sampai Siang

Oleh : Khansa S@F

"Waktu pas liburan kemarin, anak ibu cuma dikasih libur 5 hari, 3 hari di rumah, 2 harinya di jalan, kan jauh kuliahnya" kata si ibu tiba-tiba. Maksudnya di jalan ini, di peejalanan menuju rumahnya, karena antara rumah dan kampusnya cukup jauh.

Si ibu ini ingin mengajakku ngobrol, tentu aku harus layani dengan baik, katrena bagiku,  ngobrol di mobil umum untuk sekarang-sekarang amat jarang. Tentu pastinya ada sebab, salah satunya ini, setiap penumpang punya kehidupannya masing-masing.

Oh?

"Emang, anak ibu kuliah di mana?" Tanyaku refleks.

"Sukabumi"

"Di kampusnya harus pakai cadar?"

"Iya, Neng. Belajarnya juga di pisah antara laki-laki sama perempuan" si ibu sambil terus melihatku.

"Ehm, kuliahnya di mana, Bu?"

"Ar-royah"

Pantas!

"Oh, ar-royah? Iya, di sana memang wajib pakai cadar, dan banyak juga Bu, lulusan sana yang kuliah di luar negeri." kataku sambil menerka-nereka, sepertinya nama itu sudah tak asing aku dengar. Ternyata memang benar, nama itu tak asing, soalnya saat masih masa akhir skripsi, aku putuskan untuk pindah kosan dekat kampus islam di jakarta, dan di sana aku satu kos dengan salah satu lulusan ar-royah. Jadi, sedikit aku tahu tentang ar-royah ini.

"Tadi, Eneng mau belajar mobil?"

"Iya, Bu hehehe"

"Iya, Neng, tidak apa-apa, bagus" kata si ibu

Padahal aku tahu, raut wajahnya menyimpan rasa keanehan yang tidak terlalu dalam.

Sampai si ibu turun dari mobil, si ibu pamit padaku, dan aku pun cuma bilang 'iya' sambil senyum. Senyumku mungkin tak terlihat karena terhalang oleh cadar. Tapi tak apa-apa, yang penting aku sudah tersenyum pada si ibu.

"Nanti main atuh, Neng"  kata si ibu dengan akrab

"Hehe, iya, Bu. Insya Allah..."

Sebelum si ibu turun, di sepanjang perjalanan,si ibu juga bercerita kalau anaknya dulu modok di pesantren tahfidz, dan apakah benar dunia ini sempit?. Ternyata, saat aku gali lagi, aku kenal dekat dengan anak si ibu ini, dia murid ustadz hatta yang yang punya pesantren tahfidz di daerah kota. Aku pernah 1 dauroh dengan desi. Nama anak ibu ini desi. Dua tingkat di bawahku.

Sekilas, kembali aku mengingat Desi saat dauroh ramadhan yang cuma 10 hari, ah anak yang lugu, polos dan baik. Ayahnya sudah meninggal. Dan salah satu motivasi dia menghafal ya ini, ingin membahagiakan ayahnya di syurga sama ibunya.

"Desi belum bisa kasih apa-apa ke mereka, tapi desi akan mencoba ngafal Qur'an, biar nanti bisa ngasih mahkota ke bapak dan ibu" kata desi kala itu.

Anak ini memanang baik. Dia tidak bisa menahan air matanya saat mendengar atau melihat video tentang ayah. Waktu pas jam istirahat, aku sengaja memperlihatkan dia video tentang ayah.

"Nanti, Desi minta videonya yah"

"Kenapa? Nangis yah tadi, hehehe"

"Engga, nangisnya nanti aja" kata desi.

Terakhir mendengar kabar, ia sudah tidak mondok lagi di pesantren Ustadz Hatta karena keterima di Ar-royah. Nah, saat mau pindah, Hp nya hilang entah kemana. Setelah itu, aku tidak tahu kabarnya lagi.

Tiba-tiba, ko aku ingat Desi, ya?.
Hai Desi? Apa kabar kamu di sana?.

#Bersambung.

No comments:

Post a Comment