Saturday, August 26, 2017

Era Baru

Khansa S@F

Sudah hari sabtu saja, rasanya begitu cepatnya waktu berlalu Baiklah, untuk tips kali ini izinkan saya berbagi hasil diskusi kemarin bersama pencinta sastra negeri ini.

Awalnya saya tidak mau mengikuti trend   zaman yang semakin berkembang seperti ini, alasannya saya tidak mau terbawa arus, tapi jika saya hanya berdiam diri tanpa mau bebenah diri, ini pun tidak baik juga. Memang, saat saya dan kamu dituntut untuk mengikuti zaman, mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita pun butuh 'persiapan' yang matang, agar saat kita terjun langsung di era zaman yang serba modern ini, mudah-mudahan kita mengikuti trend yang  tidak menjebloskan kita ke jurang kesia-siaan, tapi justru sebaliknya. Singkatnya, kita boleh bahkan harus mengikuti zaman yang kian berkembang ini dengan bekal ilmu, akhlak, iman dan segala kebaikan yang lainnya, karena jika tanpa itu semua, dikhawatrikan kita malah akan terwarnai dan menikmati era yang serba canggih ini dengan kesia-siaan yang abadi.

Baik, pindah kepersoalan menulis. berbicara masalah menulis, tentu erat kaitannya dengan pena,kertas, naskah, ide, karya dan teman-temannya. Lantas, bagaimana kabar menulis di era digital/modern seperti ini? Apakah harus melulu menggunakan pena, kertas dan sejabarnya? Mari kita lihat.

Pena mungkin suatu saat akan sirna, karena bahan-bahan yang ada di bumi pun  telah habis terpakai, begitu juga kertas, pohon-pohon suatu hari nanti juga akan habis. Sekarang saja, kita tidak sadar bahwa sebenarnya kita sudah memasuki era digital, saya menulis ini pun bukan menggunakan pena lagi, melainkan menggunakan alat  kotak kecil yang biasa dibsebut dengan smartphone, salah satu alat yang lahir di masa digital saat ini, dengan benda kotak kecil ini, saya tidak perlu lagi membeli pena, kertas dan capek-capek menulis dengan tulisan yang belum tentu terbaca oleh orang.

Lalu bagaimana dengan buku? Apakah seseorang jika ingin membaca buku harus melulu menggunakan buku fisik ? Sepertinya tidak, saat ini banyak juga orang-orang yang membaca buku  menggunakan smartphonenya.  Kemarin, saat berdiskusi, salah satu pemateri menceritakan hasil risetnya, beliau meneliti orang-orang yang tak lepas dari buku. Mulai. dari setiap bulan rutin membeli buku, setiap keluar selalu membawa buku dan satu lagi saya lupa, yang intinya kesemua responden tidak lepas dari buku. Nah, hasil penelitiannya, orang-orang yang selalu bersama buku itu saat ini mulai beralih membaca hingga membeli  buku menggunakan smarphone yang digenggamnya. Orang yang setiap bulan membeli buku tetap beli buku tapi beli buku digital bukan fisik, orang yang setiap hari keluar tak lepas dengan buku pun sekaramg tidak membawa buku lagi, melainkan membaca buku di dalam smartphonenya.

Tentu saya akui, bagi saya dan sebagian orang beranggapan bahwa, salah satu prestasi terbesar bagi seorang penulis ialah memiliki buku fisik. Tanpa buku fisik, rasanya seorang penulis itu belum menjadi seorang penulis seutuhnya, benar?

Dalam tulisan ini, Saya hanya ingin memotivasi kepada teman-teman yang belum memiliki atau belum diberi kesempatan untuk menerbitkan buku secara fisik agar tidak berkecil hati. Saat ini, jaman sudah memasuki era digital atau modern. Soo, mari kita ekspresikan karya yang kita punya dengan memanfaatkan era ini sebagai ajang pembuktian.

Perlu kamu tahu, banyak terlahir penerbit-penerbit digital, jadi mereka menerbitkan buku secara digital tidak dengan fisik. Jadi, rasanya tidak ada alasan lagi bagi kita untuk berhenti berkarya karena tuisan kita tidak diterbitkan secara fisik, karena masih banyak peluang-peluang lain yang sebenarnya menanti tulisan kita, salah satunya jika kita mau dan sadar betapa masa yang serba canggih ini amat bermakna jika kita tidak sia-siakannya.

Teman, sudah sepatutnya kita sadar, saat ini kita sudah memasuki masa di mana semuanya serba canggih, makanya, _open your mind_, _open your eyes_, _open your heart_,  manfaatkan masa ini untuk berperan aktif menyebarkan kebaikan dengan terus berkarya  semata-mata  untuk mendapat rindo-Nya.

Wallahua'lam.

Bumi, 26 Agustus 2017

Thursday, August 24, 2017

Jangan Asal-asalan

Oleh: Khansa S@F

Saya rasa, tips kali ini,  hampir sampai di akhir tips menulis. Sebelum ke inti,  saya ingin mengajak kamu berpikir sedikit mendalam. Mudah-mudahan dengan ini kamu mengerti apa yang saya maksud dalam tips kali ini.

Teman, kamu harus tahu, Allah Tuhan saya dan Tuhan kamu pernah bersumpah dengan nama pena (Al-Qolam: 1) Ini artinya apa? Sumpahnya Allah tentu bukan sembarang sumpah kan? Maka dari itu, rasanya amat disayangkan jika kita hanya menulis tanpa makna dan tanpa tahu kenapa kita harus menulis.

Begini, dari awal saya sudah memberi tahu tips kepada kamu, mulai dari niat, harus semangat, jangan malas, jangan malu, harus PD (percaya diri) dan lain sebagainya.

Awal-awal, untuk membiasakan menulis, memang  kita boleh menulis apa saja, tapi kita harus ingat, dalam tulisan yang kita torehkan, ada sebuah pesan yang sebenarnya ingin Allah sampaikan.

Sebelum saya menulis ini tentu saya pun merenung dan bertanya, 'apakah perkataan saya ini layak?' Saya hanya ingin kamu tahu, bahwa untuk menjadi seorang penulis itu ternyata tidak semudah yang kita bayangkan.

Baru kemarin saya mengikuti seminar yang tentu saja pematerinya didatangkan dari penulis senior. Dan dari apa yang beliau utarakan, ada beberapa kalimat yang menarik perhatian saya. Kata beliau, 'Dalam hal menulis pun ternyata melatih kesabaran lebih penting daripada latihan  menulis itu sendiri'. Ini artinya apa coba? Coba deh lihat, atau tanya penulis-penulis terdahulu, mereka menulis butuh perjuangan, selain tidak mudahnya akses media, tentu dalam mengolah kata pun membutuhkan waktu yang amat lama dan untuk sampai tulisannya sampai ke media, mereka membutuhkan waktu berbulan-bulan. Tentu saat itu, mereka bukan hanya harus menyetok tulisan, tapi juga menyetok kesabaran dan lapang dada, karena mau tidak mau, mereka harus siap-siap manakala naskah yang mereka kirim tidak di muat juga.

Ini hanya sebagian kecil yang kamu harus tahu bahwa memang untuk menjadi seorang penulis itu bukan hanya skill menulis yang harus dipunya melainkan juga kesabaran dan keahlian,  yang lainnya.

Mungkin itu dulu, beda halnya dengan jaman sekarang, atau sama saja? Sepertinya berbeda, jika dulu, banyak penulis yang berbobot hingga menghasilkan tulisan yang berbobot pula, lainhalnya dengan sekarang, banyak penulis-penulis yang bermunculan tapi karyanya? Biasa-biasa saja.

Apa bedanya? Jelas berbeda, penulis dulu tidak bertindak instan dalam menulis, namun penulis sekarang, instan menjadi kebutuhan yang tak bisa dilepaskan. Makanya, kebanyakan dari penulis sekarang, tidak banyak yang sabar hingga karya yang sebenarnya perlu diperbaiki pun berseliweran tanpa tahu apakah sebenarnya tulisan itu 'layak' untuk dipublikasikan.

Saya akui, saya termasuk penulis yang kurang sabaran, semakin berjalannya waktu saya sadar, ternyata memang benar, untuk menjadi seorang penulis itu bukan hanya keahlian menulis saja yang harus dimiliki, melainkan banyak keahlian-keahlian yang harus dipelajari.

Ini baru pembukaan, sebenarnya inti dari tulisan ini ada setelah ini.

Tentu, dalam setiap perbuatan tergantung niatnya bukan? Nah, dalam hal menulis pun demikian.

Jika kamu sudah tahu niatmu menulis untuk apa, saya yakin, tulisan-tulisan yang lahir dari penamu akan mengarah ke niatmu itu.

Jujur, saat mendengar beberapa pemateri yang memaparkan bahwa pembaca yang terbanyak ada di  fantasy, prosa atau romance. Pasti kita akan berpikir atau ada niatan untuk menulis tulisan yang banyak orang membacanya. Tujuan atau niat awal kita karena ingin apa yang kita tulis banyak orang yang berminat kepada tulisan kita tersebut, benar? Tapi... tunggu dulu teman, kamu harus sadar, kamu bukan lagi seorang penulis yang berkehendak semaunya, tapi kamu adalah seorang penulis yang sadar bahwa Allah, Rabb mu dan Rabb ku sudah bersumpah dengan sebuah pena. Itu artinya, apa-apa yang kamu tulis tentu tidak terlepas atau harus ada sebuah pesan agar orang yang membaca tulisanmu semakin mengenal-Nya. Tentu ini memang tugas berat. Tapi, saya percaya jika kamu sudah putuskan menulismu dijadikan sebagai ladang dakwah, Insya Allah, Dia yang sudah bersumpah pun tidak serta merta membiarkanmu menulis tanpa makna sama sekali. Pasti Dia akan mengarahkan apa-apa yang kamu tulis semata-mata tidak lepas dari bagian titah-Nya.

Baik, tidak perlu panjang kata sepertinya, mudah-mudahan kamu mengerti. Awalnya memang, saya menulis ya menulis saja, tidak ada yang membaca baper, tidak ada yang kritik sedih, tidak ada yang memuji tambah sedih. Tapi lama kelamaan, ternyata saya tidak butuh sanjungan dan pujian orang, like orang, atau ketenaran yang cetar. Tapi saat saya yakin dalam setiap tulisan yang saya buat ada pesan Rabb yang menciptakan, tentu saya akan sebar. Sekali pun tanpa komentar,like dan sebagainya.

Kamu harus ingat teman, apa-apa yang kita kerjakan kelak akan dipertanggungjawabkan.

Maafkan saya ya, jika dalam torehan pena yang selama ini saya buat, mengandung kata yang membuatmu  jauh dari Tuhan.

Wallahua'lam.

Bumi, 24 Agustus 2017

Sunday, August 20, 2017

Ada Imam Di Mimpiku #4

Oleh: Khansa S@F

"Pekan depan kita ngaji di kosan kamu yuk" ajak Zeze semangat.

Saat mendengar kata 'kosan', aku kembali teringatkan akan sosok laki-laki yang semalam, sekarang, apa dia masih di sana? Atau memang, laki-laki semalam hanya dalam mimpi saja.

"Ehm..." gumanku.

Sebenarnya aku ragu menjawab kata 'iya' karena aku takut laki-laki semalam masih ada. Tapi, bukankah tadi pagi Mustika bilang kalau aku memang belum menikah?

"Ayolah, Isna. Di kosan kamu kan jarang ada orangnya, lagipula kalau hari ahad, tetangga kamar pada pulang kan?" Tanya Mustika memastikan.

"Ahad?"

"Eh, minggu maksudnya hihihi"
Jika aku bergabung dengan Gengnya Mustika, kata-kata baru yang aku lebih senang menyebutnya, 'kosa kata islami' sering aku dapat. Aku sering mengatakan 'kebetulan', tapi mereka selalu mengucapkan 'qodarullah (taqdir Allah), _"Di dunia ini tidak ada yang kebetulan, yang ada hanya qodarullah"_ ucap Zeze saat Hp ku diambil copet beberapa pekan lalu. Kata 'ahad' juga masih asing ditelinga dan mulutku, karena aku sering mengatakan 'minggu'. Tapi saat berjumpa Gengnya Mustika, mereka selalu mengenalkanku dengan kosa kata islami ini.

"Ehm, kayaknya di taman Harapan aja deh jangan di kosanku, kosanku berantakan, malas beresinnya,"

Aku bingung apa alasan yang aku berikan pada mereka agar pekan depan ngajinya tidak di kosanku. Aku masih takut jika laki-laki semalam masih ada di sana, jika memang masih ada, apa yang harus kuucapkan pada mereka? Pasti mereka bertanya-tanya.

"Heyy, Na. Kamu kenapa?" Kata Zeze sambil mengibaskan tangannya di depan wajahku.

"Mmm, tidak apa-apa hehehe" jawabku berusaha tidak kaku.

"Yasudah, ahad depan kita ngajinya di taman Harapan saja ya, nanti aku akan bilang sama Ustadzah, biar sekalian pengajiannya disatukan dengan adik tingkat kita" kata Mustika semamgat.

"Atur saja, yang penting aku ngaji hehehe" kataku.

"Oke"

***

Hari ini harusnya aku belajar tahsin di masjid kampus, tapi karena suasana UAS, lembaga Al-Ihsan sang penyelenggara tahsin akhirnya meliburkan. Aku sendiri setelah bercakap ringan dengan Mustika dan Zeze di kantin memutuskan untuk pulang, karena hari senin ada UAS perdana juga.  aku pun yang biasanya ikut nongkrong, hari ini  tidak ikut nongkrong di warung sebelah bareng Gengnya Putri.

Oya, selain aku sering bergabung dengan Gengnya Mustika, aku juga sering ikut-ikutan dengan  Gengnya Putri. Kalau ini, jumlah personilnya ada lima orang, aku yang ke enam. Si Putri ini sering nongkrong di warung sebelah (warung jalanan dekat kampus). Aku senang bergabung dengan Putri, anaknya baik,  gaul dan asyik, tapi ya itu, harus sabar menahan hawa nafsu hehe karena gengnya si Putri ini suka ngajak main dan jajan terus.

Si putri sempat bertanya padaku terkait kedekatanku dengan Zeze dan kawan-kawan. Aku sih jawab santai saja, tapi aku bersyukur dengan bergabungnya aku bersama si Putri, saat waktu solat datang, aku sering mengajak mereka untuk solat di mushola kampus, mereka tidak menolak, malah senang, _"Jangan ninggalin kita ya, Na. Kalau engga ada kamu, nanti siapa yang ngingetin kita buat solat?"_ Ucap Putri beberapa waktu lalu.

Sebenarnya, Putri anaknya baik, geng mereka pun tidak nakal, tapi karena rata-rata anggota gengnya broken home semua,  jadi ya seperti itu. Padahal keluarga mereka termasuk keluarga yang bercukupan.

"Haha, tenang. Lagipula aku senang, soalnya kamu sering traktir aku terus wkwkkw" jawabku sambil becanda.

Jujur, aku senang saat putri berucap demikian.

Tak terasa, sangking asyiknya mendengar MP3 murotal Q.S An-Naba (maklum, ngaji pekan depan aku harus setoran hafalan jadi ceritanya sekaramg lagi semangat murojaahnya hehe), kini aku sudah di gerbang kosan. Eehmm... apa laki-laki itu masih ada? Entahlah.

Bersambung.

Thursday, August 17, 2017

Masalah Copy Paste (COPAST)


Oleh : Khansa S@F

Pernah Copast tulisan orang? Pasti sering ya, hehehe. Sebenarnya saya tidak mau membahas ini, tapi karena malam ini ingin menulis terkait ini, saya coba menuliskannya, semoga ada pelajaran yang dapat diambil, aamiin.

Bermula dari seorang sahabat yang memberitahu saya akan tulisan saya yang dicopas orang yang tak dikenal inilah tulisan ini ada.

Jadi ceritanya begini...
Di sebuah group WA.

"Tulisan kamu Vi, tapi dihapus namamya 😪, itu tulisan kamu kan, Vi?" Tanya seorang sahabat sambil menyodorkan hasil  screnshoot nya.

"Iya, tidak apa-apa biarin ajaa hehe... mungkin niat dia juga ingin berbagi..." jawabku santai

"Berbagi atau nyontek tulisan orang??  #mariberpikirkeras 🤔🤔🤔🤔" kata salah satu sahabatku yang lain.

Di group yang dibuat ini ada 3 orang anggota, salahsatunya saya.  Group Love namanya :)

"Sebetulnya, makhluk emang tidak ada hak cipta sesungguhnya. Karena rangkaian tulisan kita itu tidak lain ilmu yang Allah kasih ke kita. Jadi ahsannya (baiknya) penulis engga merasa tersinggung apalagi galau cuma gara-gara ini ya, Vi. Ambil hikmahnya aja, semakin banyak tulisan kita dishare semakin banyak orang  liat dan mudah-mudahan bawa manfaat. Pahala engga pernah ketuker. Jadi santai ajaa... hihihi.  Cuma nasihat aja buat orang yg suka copas, adab menshare ilmu itu mencantumkan sumbernya.
Keberkahan diliat dari cara perolehnya, toh?" Kata salah satu sahabatku.

Iya, dari awal, niat saya menulis memang untuk lillah (semoga istiqomah :')),jadi saat ada orang yang Copast tulisan, saya santai-santai saja, malah senang, tapi memang benar apa yang diucapkan sahabat saya, dari semua aspek kehidupan yang kita jalani ini, tentu ada adab dan etikanya.

Sekali pun saya sudah tanamkan dalam hati dan diri saya bahwa apa yang saya miliki saat ini memamg bukan milik saya, apa yang saya tulisan saat ini memang Allah lah yang memberi ilmumya, tapi tetap, saya pun sebagai manusia akan berusaha sekuat tenaga untuk mengikuti adab/aturan yang ada.

Teruntuk saya dan kamu yang suka copast, semoga ke depan, kita lebih cerdas dalam menyikapi hal ini.

Sebenarnya, saya sendiri kurang suka copast tulisan orang, lebih suka share tulisan sendiri, agar saat ada orang yang menggugat bisa langsung dipertanggungjawabkan. Tapi tetap, tak jarang  tangan ini begitu gatalnya ingin  mengcopas tulisan orang.

Makanya, jika sudah tahu demikian, ada baiknya,  jika kita ingin copast tulisan orang, pakailah adab dan etikanya, dan cermati serta amati tulisan yang akan kita copas terlebih dahulu. Karena bagaimana pun, apa yang saat ini kita kerjakan pasti nanti akan dipertanggungjawabkan, kan? :)

Bumi, 17Agustus 2017 21:15 Wib

Wednesday, August 16, 2017

Merayakan Hari Merdeka?

Oleh: Khansa S@F

Sepertinya sudah saatnya saya bercerita, bagaimana seharunya kita merayakan hari kemerdekaan sebenarnya.

Beberapa hari menjelang Kemerdakaan Republik  Indonesia, setiap penduduk, instansi, sampai kampung-kampung pun pasti bersuka cita menyambut kedatangan hari merdeka.

Kesukacitaan mereka salah satunya dibuktikan dengan diadakannya berbagai macam lomba, yang sering disebut oleh kita-kita sebagai "lomba agustusan" yang katanya merupakan salah satu bagian dari sambutan sebelum tanggan 17 Agustus dimulai.

Tengok pula petugas pengibaran Sang Merah Putih, berbulan-bulan mereka latihan. Panas-panasan, rela mengorbankan waktu belajar di sekolah dan tentu saja mengorbankan kulit halusnya terbakar demi tampil di tanggal 17 Agustusan yang katanya diperingati sebagai hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Pernah kah berpikir mendalam? Sebenarnya, bagaimana seharusnya kita memperingati hari kemerdekaan.

Di salah satu kampung dekat daerah saya, memasuki bulan Agustus, kampung itu sibuk menata kampungnya dengan pernah pernik kemerdekaan. Dari SMA sampai sekarang pun saya amat kagum pada kampung tersebut, karena dari sekian kampung, kampung yang benar-benar saya rasa merayakan hari kemerdekaan memang kampung itu. Kampung saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kampung itu.

Awalnya saya tidak mau tahu, kenapa saat Agustusan, kampung itu benar dan sungguh-sungguh menyambut hari kemerdekaan. Sampai kemarin saya mendengar cerita teman, akhirnya saya tahu kenapa kampung tersebut begitu sungguh-sungguhnya menyambut hari kemerdekaan RI.

Mau tahu kenapa? Saat penjajahan dulu, di kampung tersebut merupakan salah satu pusat pemerintahan Belanda, dan di daerah kampung itu juga sering terjadi pengeboman yang cukup dahsyat. Dan tentu saja, perlawanan serta perjuangan pejuang di kampung itu tidak diragukan lagi. Hingga, sesepuh yang ada di kampung tersebut benar-benar meresapi dan menghayati bagaimana perjuangan pejuang kemerdekaan dulu mempertahankan daerah tersebut, makannya, saat memperingati hari kemerdekaan RI, kampung tersebut benar-benar menyambutnya dengan penuh suka cita. Jelas saja, mereka melakukan itu semua untuk mengenang bagaimana perjuangan pejuang di daerah mereka mempertahankan daerah mereka mati-matian.

Kalau kamu melihat kampungnya, pasti kamu pun akan senang berlama-lama memandangnya.

Kampung itu melakukan penyambutan kedatangan hari kemerdekaan  karena ada 'sebab'. Nah, sekarang banyak bahkan hampir seluruh penduduk Indonesia termasuk saya dan kamu pasti memperingati hari kemerdekaan juga. Tapi, nilai atau tujuan apa sebenarnya yang membuat kita merayakan hari raya kemerdekaan RI?. Apakah hanya karena ikut-ikutan saja? Atau hanya karena ingin sekadar mengikuti perlombaan saja?  Atau karena hal lain. Dan tentu,  cara merayakan hari merdeka antara saya dan kamu pun berbeda. Tergantung, sebab, niat serta tujuannya.

Sekarang, mari kita samakan, sebenarnya cara untuk meryakan hari merdeka  itu bagaimana sih? Apakah memang benar mengikuti perlombaan balap karung atau baris-berbaris itu sudah termasuk kategori merayakan hari kemerdekaan? Atau, kita datang berbondong-bondong ke lapangan untuk melangsungkan upacara hari kemerdekaan itu sudah termasuk merayalan hari kemerdekaan? Atau kita dengan menangis dan bersimpuh memghadap Tuhan memohonkan ampun para pejuang kemerdekaan agar Dia beri kesyahidan itu sudah cukup meryakan hari kemerdekaan?.

Mulai sekarang, coba deh jangan ikut-ikutan teman merayakan hari kemerdekaan dengan hal-hal yang tidak cukup berguna. Tapi cobalah, renungi dan hayati bagaimana kita merayakan hari kemerdekaan dengan sebenarnya.

Saya sendiri, jujur ingin meneteskan air mata, karena bagi saya, saat ini, Negeri tidak lagi merdeka. Mungkin, jika si Negeri jadi manusia, pasti dia akan meringkih dan menangis karena melihat ulah pengisinya banyak yang sudah hilang kendali dan  adabnya. Atau, jika Allah izinkan pejuang kemerdekaan hidup kembali, pasti mereka akan menangis dengan sejadi-jadinya karena melihat Negeri yang mereka perjuangkan dulu kini mulai  hancur perlahan lagi-lagi karena ulah pengisinya yang mulai memiliki kepentingan pribadi.

Saya tertegun mendengar kisah dari Nenek dan Kakek tercinta yang menceritakan perjuangan mereka melawan penjajah dulu. Bayangkan, saat tengah malam tiba,  dengan hanya berbekal obor, mereka harus lari ke hutan meninggalkan rumah dan isinya demi menyelamatkan nyawa. Yah, para penjajah sering datang malam untuk beroperasi tak jarang rumah-rumah yang ditinggal, dibakar dan apa yang ada dalam isi rumah dicuri.

Begitu bencinya, para orangtua dahulu terhadap bangsa asing. Terlihat dari bagaimana ekspresi Nenek dan Kakek menceritalan kisah perjuangannya.

Sayang, sekarang di Negeri ini, Negeri yang saya amat cintai, banyak dari penguasa malah berteman akrab dengan bangsa asing, bangsa yang jelas-jelas dibenci oleh para pejuang yang membela Tanah air  dengan nyawa taruhan.

Masih banyak sebenarnya yang ingin saya uraikan, namun saya urungkan. Biarlah kamu saja yang berpikir mendalam.

Mulai sekarang, cobalah pintar dalam merayakan hari merdeka. Jangan hanya ikut-ikutan, atau acuh tak acuh berkepanjangan. Sudah selayaknya, kita jadikan hari merdeka sebagai hari perenungan dan pembelajaran. Dan tentu, sudah saatnya juga  kita harus pintar bagaimana seharuanya memilih merayakan hari kemerdekaan.

Kamu mau pilih yang mana? Merayakan hari kemerdekaan dengan lebih banyak kesia-siaan, atau merayakan hari merdeka dengan penuh penghayatan dan perenungan yang mendalam? Atau ada hal lain? Silakan pikirkan.

Sebelum tulisan ini diakhiri, saya ingin kamu berdoa kepada Dia, Allah Yang Maha Esa, agar Dia ampuni segala dosa serta tempatkan para pejuang kemerdekaan dulu di tempat yang terbaik.

"Ya Allah, perjuanganku tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka (para pejuang kemerdekaan dahulu), tapi izinkan aku berdoa, semoga Engkau ampuni dosa mereka dan menerima amal ibadah mereka, aamiin"

Wallahu'alam.

Rabu, 16 Agustus 2017 23:00 Wib.

Www.khansasaf.blogspot.com

Friday, August 11, 2017

Event LOMBA Nulis Suka-Suka

Bagi kamu yang ingin menulis, silakan ikuti lomba ini, mudah-mudahan bermanfaat.

_*Tulisan boleh berbentuk :*_

*Puisi, Artikel, Novel, Komik, Kata-kata mutiara, Tulisan seperti buku  diary,  Karya Tulis Ilmiah (KTI), Cerpen, Opini, Berita dan lain-lain*
#yangpentingnulisdulu

_*Terdapat 4 tema*_

*1. Hijrah*
Pernah berhijrah? Tuliskan kisahmu di sini. Bisa berupa proses hijrahmu, atau cerita orang lain. #yangpentingnulisdulu

*2. Palestina*
Punya cita-cita ke Palestina? Atau punya keinginan untuk mencurahkan kepedulian lewat tulisan? Di sini kamu bisa menulis apa pun  yang berkaitan dengan Palestina.   #yangpentingnulisdulu

*3. Al-Qur'an*
Pernah merasa bahagia dengan Al-Qur'an? Di sini kamu bisa menceritakan bagaimana hubunganmu dengan Al-Qur'an atau menceritakan kisah yang membuat orang lain semangat untuk menghafal Al-Qur'an, atau bisa yang lainnya. #yangpentingnulisdulu

*4. Pengabdian*
Pernah keluar kota atau ke tempat terpencil dalam rangka mengabdi? Misalnya, KKN (Kuliah, Kerja, Nyata), PBL (Praktik Belajar Lapangan), mewakili kampus/sekolahmu untuk mengikuti lomba,  pertukaran pelajar,  atau sejenisnya. Tuangkan pengalamanmu di sini. 
#yangpentingnulisdulu

*Format Pengiriman*

Tulis Nama/Tema (1,2,3, atau 4)/ Judul/Jenis Tulisan

Kirim ke: nuliskebaikan4508@gmail.com

Contoh: Langit/Palestina/Untukmu Palestina

Jika telah mengirim, segera konfirmasi ke : 083872408561  (Langit)

Format konfirmasi
Nama/Jenis Tema/Alamat Tinggal/Akun IG

Contoh: Langit/Tema1/ Banten/@Khansa_saf

*Syarat Tulisan*

1. Panjang tulisan tidak ditentukan (bebas)
2. Format tulisan Times New Roman, Spasi 1,5, kertas A4, Margin Normal
3. Tulisan dikirim dalam bentuk Word, tidak dalam badan email

*Syarat Peserta*

1. Warga Negara Indonesia/Warga Negara Asing
2. Memiliki keinginan untuk berbagi lewat tulisan
3. Wajib Follow akuh IG @khansa_saf
4. Wajib ikut grop "Menulis Aja!"
5. Share/Repost info lomba ini ke 3 Group WA, IG, Facebook dan media sosial lainnya. 

*HADIAH*

*Hadiah Tema 1*

Juara 1 : Buku, Seperangkat Alat Hijrah (Jilbab plus cadar/ Kaos Hijrah), Bros Palestina.
Juara 2 : Buku, Bros Palestina
Juara 3: Buku, Bros Palestina.
Juara Favorit : Syal Baduy, Bros Palestina

*Hadiah Tema 2*

Juara 1 : Buku, Syal Palestina/Jilbab palestina, Bros Palestina
Juara 2 : Buku, Bros Palestina
Juara 3 Buku, Bros Palestina
Juara Favorit : Syal Baduy, Bros Palestina

*Hadian Tema 3*

Juara 1 : Buku, 6 Juz Qur'an Saku, Syal Baduy, Bros Palestina
Juara 2 : Buku, 4 Juz Qur'an Saku, Bros Palestina
Juara 3: Buku, 2 Juz Qur'an Saku, Bros Palestina.
Juara Favorit : Syal Baduy, Bros Palestina

*Hadiah Tema 4*

Juara 1 : Buku, Syal Baduy, Bros Palestina
Juara 2 : Buku, Bros Palestina
Juara 3 : Buku, Bros Palestina
Juara Facorit : Syal Baduy,
Bros Palestina

Batas akhir kirim naskah
*16 September 2017*

Pengumuman pemenang *1 Oktober 2017**

Info Selengkapnya: www.khansasaf.blogspot.com/ 083872408561 (Langit)

_*Jangan katakan pada diri bahwa 'Saya tidak bisa menulis' karena ingatlah, setiap orang bisa menulis*_

Thursday, August 10, 2017

Ada Imam Di Mimpiku #3

Oleh: Khansa S@F

"Tidak ada yang bertanya lagi, kan? Jika tidak ada, presentasi ini saya cukupkan"

Aku melihat semua ekspresi teman kelasku tak seantusias biasanya. Alu tidak tahu kenapa mereka seperti itu, biasanya, saat aku presentasi, hampir semua teman kelas antusias, tidak jarang sangking antusianya, jam istirahat kebablasan.

"Baiklah, terimakasih atas semua perhatiaannya, assalamu'alaikum" kataku menutup presentasi pagi ini.

"Wa'alaikumsalaaam" jawab teman kelasku serentak.

Hari ini jam kuliahku memang tidak beraturan. Selesai mata kuliah pertama jam 9, nanti jam 10 ada mata kuliah tambahan lagi. Beginilah kalau mau memasuki masa UAS, dosen yang tidak masuk sesuai jadwal, sebisa mungkin harus menggantinya sebelum UAS dimulai.

Sebenarnya, aku merasa kasihan kepada mahasiswa yang tidak biasa bangun pagi, mungkin salah satunya aku. Tapi mau bagaimana lagi, mahasiswa harus ikut dosen, bukan dosen yang ikut mahasiswa. Eh, aku tidak tahu lah, takut salah ucap.

***

Hari ini sepertinya hari yang 'sial' bagiku. Tapi, aku tidak boleh beranggapan demikian, karena kata Ibu Ustadzah yang waktu itu mengisi kajian di Masjid Kampus, segala sesuatu yang terjadi di bumi ini, semua atas kehendak-Nya. Jadi, tidak ada kata hari sial sedunia, hari apes se indonesia, atau hari senang selamanya. Yang benar, dalam setiap peristiwa pasti tidak lepas dari kehendak-Nya. Aku bicara apa sih? So jadi ustadzah begini haha.

"Kamu kenapa, Na? Tanya Si Mustika sekaligus membuyarkan lamunanku.

Mustika ini merupakan salah satu dari tiga temanku yang getol banget mengajak aku untuk  ikut kajian di masjid kampus. Maklum lah, dia anak LDK di kampusku, bagian kemuslimahan kalau tidak salah. Jadi, akhir-akhir ini, aku sering ikut pengajian sama dia.

"Entahlah, aku juga tidak tahu aku kenapa" jawabku tak fokus.

Iya, fokusku tidak stabil saat ini, aku masih memikirkan laki-laki yang sekarang ada di kosanku. Siapa dia? Aku ingin membicarakan hal ini kepada Mustika. Tapi aku takut, pasti dia marah-marah dan ceramah panjang kali lebar. Padahal, aku sendiri juga sedang berada di posisi kebingungan. Pikirku, daripada nambah masalah, mending aku diam saja, mudah-mudahan laki-laki itu sudah menghilang.

"Gimana sih, kamu nih" kata Mustika sambil makan bakso yang sudah dingin. (Sebelum ke kantin dia izin le musola mau solat duha dulu katanya sebentar
Aku sudah pesankan dia semangkuk bakso karena tahunya dia solat sebentar, eh tidak tahunya sebentarnya dia setengah jamnya aku hehehe)

"Iya nih, aku juga engga tau aku gimana hehehe" jawabku sambil becanda.

"Ish" kata mustika, mungkindia kesal mendengar jawabanku. Dan aku pun sebenarnya kesal mendengar ucapanku sendiri.

"Ehm, Mus aku mau tanya deh" sambil menampakkan muka serius.

"Apa?"

"Sebenarnya, aku sudah menikah belum sih?" Tanyaku penasaran.

Mendengar pertanyaanku, Mustika seketika batuk seperti orang yang tersedak (Saat itu, Mustika sedang asyik makan bakso)

"Kamu nanya apa tadi?" Tanya Mustika tak percaya.

"Hhm, aku sudah menikah belum sih?" Aku mengulangi pertanyaanku lagi.

"Isnaaaaa, mimpi apa kamu semalam emang?"

"Engga mimpi apa-apa" jawabku polos.

"Hahaha, jangan-jangan, gara-gara kajian Ustadzah Hilda kemarin, kamu jadi ingin cepet nikah, yaaaa?" Tanyanya sambil menggodaku.

Ustadzah Hilda merupakan salah satu dosen sekaligus pembina LDK kemapusku, aku menyebutnya Ibu Ustadzah.

"Ibu Isna sudah meninggal, dan Isna ingin berhijrah. Maukah Ibu Isna panggil Ibu Ustadzah?" Tanyaku saat bertemu dengan Ustadzah Hilda tidak sengaja di lorong Kampus A Fakultas Pendidikan.

Saat itu, Ustadzah Hilda sudah menjelaskan makna ibu dan ustadzah, tapi karena lidahku masih kaku, jadi aku lebih sering menyebunya Ibu Ustadzah saja.

"Yasudah boleh sekali, Isna..." jawabnya ramah.

Apa benar yang diucapkan Mustika? Tapi seingat aku saat kajiam Ibu Ustadzah jumat kemarin, posisiku sedang mangantuk. Ibu Ustadzah jumat kemarin menjelaskan seputar istri dan suami yang baik agamanya bagaimana sih? Nah, aku ingat pesan terakhir yang Ibu Ustadzah ucapkan, bahwasanya salah satu i

khtir agar kita mendapatkan suami shalih, kita harus menshalihkan diri dulu. Dan tentu saja berdoa agar Allah memberikan siami shalih jangan dilupa.

Nah, mulai dari kajian itulah, aku ingin menjadi istri shalihah. Ikhtiarku? Aku mulai sering ikut-ikutan pengakian bareng Mustika, Zeze dan Fika,sekali pun masalnya segunung tangkuban perahu, aku juga mulai membiasakan bangun malam  untuk shalat tahajud, sekali pun aku termasuk manusia yang jarang shalat malam.kalau pun pernah shalat, pada saat bulan ramadhan sekalian sahur itu juga dibangunin Ayah. Atau, saat Mustika ikut menginap di kosanku. Dia shalat malam terus, dan aku sering dibangunkan oleh Mustika ini. Apalagi ya? Aku juga mulai ikut-ikutan program tahsin yang diadakan LDK, karena bacaan Qur'anku masih seperti benang kusut.

"Saat kajian Ibu Ustadzah kan aku tidur, Mus" kataku sambil mengingat-ingat.

"Tidur bagaimana coba, orang kamu paling depan duduknya hahaha"

"Emang, iya?"

"Kamu tuh, pura-pura polos atau lupa-lupa polos?"

"Kamu ngomong apa aih, Mus"

"Abisnya, pertanyanmu itu membuatku jadi aneh hhaha" sambil tertawa lspas, "jelas kamu belum menikah laah, kalau sudah menikah, mana suami mu, hah? Aku ingin lihat hehehee" lanjut Mustika dengan frekuensi tawanya yang mulai berkurang.

"Iya, sih hehehe" jawabku malu.

Kenapa dengan aku hari ini? Aku benar-benar belum menikah. Lantas, di kosanku siapa? Laki-laki yang mengaku-nagku sebagai suamiku itu? Aah! Aku bingung ya Allah...

Apakah Rela?


Oleh: Khansa S@F

Kita sama-sama tahu,
Harapan kita sama,
Tapi karena taqdir-Nya berbeda, kita mau apa?

Apakah hati kita sekuat baja?
Sepertinya tidak.
Buktinya, ada air mata tanda tak rela.

Saat ini, kita sama-sama ikhtiar,
Kita lihat, sampai mana ikhtiar kita sampai.

Ada cinta di antara kita,
Tapi  kita harus rela, jika akhirnya, cinta kita hanya sebatas pertemanan saja.

Jalan cinta kita telah digariskan oleh-Nya, dan kita bersua pun pasti atas taqdir-Nya.

Jangan sesali  perjumpaan kita, ya.
Jadikan itu semua sebagai hadiah terindah dari-Nya.

Aku bahagia kita pernah  bersua,
Ikut kegiatan bersama,
Berkhidmat untuk dakwah bersama,
Dan  pernah merajut mimpi mulia bersama.

Bukankah semua itu indah bila sesekali kita ingat?
Sekali pun memang, ada rasa getir yang teramat sangat.

Kita serahkan taqdir kita pada-Nya,
Jika pun memamg benar, taqdir kita tak bersama,
Kita harus percaya,
Jika tujuan kita untuk-Nya,
Di tempat indah nanti, kita akan bersama.

Bumi, 10 Agustus 2017 21: 40 Wib

https://www.instagram.com/p/BXngi1_gGBw9YnksFgrY-N7fBN4fyOqI6WotIU0/

Monday, August 7, 2017

Ada Gerhana?

Khansa S@F

Hampir di group yang saya ikuti, terdapat cukup banyak BC tentang Gerhana yang akan terjadi malam ini.

Di dalam BC tersebut, kita disarankan untuk beristighfar, berdzikir dan hal-hal yang berkaitan dengan mengingat Allah.

Tadi, setelah shalat isya, saya juga mendengar pengumuman di masjid bahwa akan diadakannya shalat gerhana malam ini jam 11. Hayo, siapa yang mau ikut shalat gerhana malam ini? Merapatlah ke sini hehe.

Terakhir saya shalat, saat itu di masjid Zainudin MZ tapatnya di Jalan Jatayu, Gandaria Jakarta selatan. Saat itu bukan gerhana bulan melainkan matahari.

Rasanya baru kemarin saya shalat gerhana. Sekarang, gerhana datang lagi.

Kalau tidak salah ingat, saat Nabi SAW menyaksikan gerhana, beliau  menangis dan memohon ampun kepada Allah. Begitupun sahabat.

Kenapa beliau melakukan demikian, karema Beliau takut bahwa adanya gerhana meruapakansalah satu  tanda kiamat sudah semakin dekat.

Lihat oleh mu, teman. Seorang Nabi yang di jamin masuk syurga saja, saat menyaksikan gerhana, segera bergegas berdzikir, memohon ampun kepada Allah. Tapi lihatlah kita saat ini?

Miris, ada sebagian orang, saat bertemu dengan gerhana, mereka malah jadikan ajang kesenangan, atau berlomba-lomba dalam kemaksiatam, ada juga yang berlomba-lomba  agar foto mereka axis di media biar keren, atau mereka dengan bangganya berfoto dan bersenang-senang.

Padahal, jika orang itu beriman sekaligus berakal. Mereka yakin, bahwa fenomena gerhama merupakan peringatan besar dari Allah Sang Pemilik Seluruh Kerajaan.
Coba, bacalah hadis di bawah ini,  ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat (tanda) di antara ayat-ayat Allah. Tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan karena kematian seseorangatau karena hidup (lahirnya) seseorang. *Apabila kalian melihat (gerhana) matahari dan bulan, maka berdoalah kepada Allah dan sholatlah hingga tersingkap kembali.”* (HR. Al-Bukhari no. 1043, dan Muslim no.915)

Harusnya, yang kita lakukan saat gerhana datang ialah mendekat kepada yang Maha menciptakan, bukan malah bersenang-senang.

Saya hanya ingin ingatkan kepada teman-teman, bahwasanya, adanya  fenomena gerhana merupakan salah satu cara Allah memberi peringatan, agar kita kembali dan bertaubat kepada-Nya.

Ayoo, lakukan apa yang kita mampu saat ini. Misalnya, jika tidak bisa berjamaah ke masjid untuk ikut shalat, berdzikirlah, beristighfarlah memohon ampun kepada Allah. Karena sungguh wahai teman-teman yang saya cintai. Seorang Nabi saja menangis saat menemukan fenomena gerhana, hingga beliaupun bersegera bertaubat memohon ampun kepada Allah.

Lalu, apa yang malam ini kita lakukan? Berdiam diri saja kah? Menonton orang saja kah? Atau kita bersegera memohon ampun kepada Allah SWT.

Saya ingat, saat terjadi gerhana matahari. kalau tidak salah,  terjadi sekitar pertengahan tahun 2016. Waktu itu, shalat gerhana matahari dilaksanakan pagi-pagi. Yah, suasanya memang amat beda. Saya sendiri membayangkan bagaimana jika saat itu terjadi kiamat.

Mungkin, jika kita anak geografi atau paham akan fenomena alam sekaligus beriman. Kita akan bersegera memohon dan menangis kepada Allah SWT. Karena apa? Coba deh, sesekali pahami, bagaimana posisi matahari, bumi, atau bulan saat sedang gerhana.

Intinya begini sih, saya mengajak teman-teman agar segera bergegas memohon ampun kepada Allah SWT.

Mari jadikan gerhana malam ini sebagai peringatan Allah akan kebesarannya, hingga dengan begitu mudah-mudahan kita semakin takut kepada-Nya.

Berdoalah, beristighfarlah, berdzikirlah. Karena pada hakikatnya, apa yang kita lakukan saat ini pun untuk kita juga.

Ingat baik-baik. Allah itu  tidak butuh dzikir, istighfar, atau doa kita. Tapi, kitalah yang butuh itu semua. Kita lah yang butuh Allah. Ingat itu.

Wallahua'lam.

Bumi, 7 Agustus 2017

Sunday, August 6, 2017

Ada Imam Di Mimpiku#2


Khansa S@F

Nyawaku belum sepenuhnya terkumpul dengan sempurna, mau bangun pun masih malas-malasan. Maklum, semalam aku berhasil bangun shalat tahajud yeaay!  Sekali pun hanya dapat dua rakaat. Setelah solat dan berdoa aku tidur lagi. Hehe.

Saat aku membuka mata, aku melihat sosok laki-laki yang sedang khusyu mengaji tepat di pinggirku. Sontak, aku pun langsung terbangun dan   ekspresiku saat itu benar-benar kaget.

"Kenapa habis tahajud tidur lagi, Na?" Tanyanya sambil tersenyum, "padahal, 10 menit lagi azan  subuh loh" lanjutnya santai.

Hah! Siapa dia?

Aku terdiam mendengar dia biacara, mungkin karena  bingung kenapa ada laki-laki di kamarku. Selain itu, nyawaku belum sepenuhnya terkumpul juga, jadi aku yaa  seperti orang  yang  benar-benar bingung, mungkin kalau bingung ada levelnya dari 1 sampai 10, aku menjadi orang yang berada di level 10, sangking bingungnya. Kamu bisa bayangkan kan  bagaimana ekspresiku saat itu? Bingung, kaget, masih setengah sadar, semuanya jadi satu.

"Mulai besok, usahakan subuhnya jangan terlewat lagi yah" ucapnya sambil tersenyum ramah, "Yasudah, jangan seperti orang bingung gitu dong,  cepat wudhu, bentar lagi mau jam setengah 6 loh" masih kata laki-laki itu sambil melirik jam.

Tanpa basa basi, aku pun segera laksanakan intruksi yang laki-laki itu berikan, tanpa berkata, tanpa bertanya, aah! Saat itu aku benar-benar bingung, siapa dia?.

"Buku kuliahmu sudah Mas bereskan" teriak laki-laki itu, karena saat itu, sebelum aku masuk kamar mandi, aku melirik buku tugas yang semalam aku kerjakan.

Ooh?
Allah! Siapa Dia?

Aku pun shalat seperti biasa, jujur,  saat itu shalatku tidak khusyu, karena masih memikirkan siapa laki-laki yang ada di kamarku saat ini?

"Kamu sebenanrya siapa sih?" Tanyaku setelah shalat  dengan mukena masih aku kenakan.

"Suamimu, Isna..." jawabnya santai

"Suami bagaimana sih? Seinget aku, aku belum menikah!" Tanyaku kebingungan.

Sekali pun aku pelupa,  masa,  menikah atau belum saja aku lupa? Tapi seingat aku, aku sendiri memang belum menikah, kapan aku menikahnya coba? Boro-boro mikirin nikah, tugas kampus saja sudah diluar pemikiran, sangking banyaknya.

"Suamimu nanti"

"Nanti kapan?"

Dia hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku.

"Sudah... daripada pusing, mending kamu siap-siap berangkat kampus, hari ini jam 7, kamu harus sudah di kampus kan? Presentasi"

Darimana dia tahu, jika hari ini aku harus berangkat jam 7 ke kampus? Ya Allah! Siapa dia? Aku bingung...

Aku tidak menjawab pertanyaannya, dan entah mengapa, saat itu  air mataku keluar dengan sendirinya. Yah, memang aku sangat bingung, siapa dia? Mungkin karena ini pula, air mataku keluar begitu saja.

"Kok, menangis?" Kata laki-laki itu sambil mendekatiku.

"Stop! Jangan mendekat!

"Tapi, kenapa?" Tanyanya masih berjalan mendekatiku.

Saat itu, aku masih berada di atas sajadah dan dia berada di kasurku.

"Aku bilang stop! Jangan dekati aku!" Kataku lagi.

"Yasudah, mas siapin sarapan kamu saja," Kata laki-laki  itu sambil berjalan keluar kamarku.

Aku masih terpaku di tempat peribadahanku, aku bingung, siapa dia?

"Ya Allah, tolong berikan petunjuk-Mu, siapa laki-laki ini sebenarnya?" Doaku.

*Bersambung

Saturday, August 5, 2017

Ada Imam Di Mimpiku #1

#EdisiNovelMini

Khansa S@F

_"Ya Allah... pertemukanlah hamba dengan calon imam yang baik agamanya serta dapat membimbing hamba menuju syurga-Mu, Aamiin"_

_"Aamiin"_

_"Heh! Kamu siapa?!"_

Aku kaget setengah mati malam itu. Bagaimana tidak kaget, saat sedang asyik bermunajat pada Sang Pemberi jodoh, dengan tiba-tiba, ada sosok laki-laki yang mengaminkan doaku. Yah, laki-laki itu tepat di sampingku,mengenakan sarung dan pakaian kaos putih dengan sedikit garis-garis di tengahnya. Siapa dia? Kenapa tiba-tiba ada di kamarku???

_"Suami kamu laaah..."_ jawabnya tersenyum sambil mencubit pipiku.

_"Astaghfirullah!!!"_ Ucapku sambil menepis tangan laki-laki yang mencubit pipiku itu. 

Aku bergegas bangun dari tempat peribadahanku dan segera mengusir laki-laki yang datang mengaku-nagku sebagai suamiku itu.

_"Aku belum menikah! Mana mungkin akupunya suami! Jangan sentuh aku! Keluar dari kamarku! Kalau tidak mau keluar, aku akan berteriak!!!"_ Ancamku sambil menatap wajah laki-laki itu dengan tajam.

Bukannya keluar, laki-laki itu malah menuju kasur dan tertidur dengan santainya. Tentu, saat  aku panik dan bingung tiada tara. Siapa laki-laki ini???  Kenapa dengan beraninya masuk kamarku? Kalau pun misalnya dia  maling, mana mungkin pakai sarung dan kaos kemudian dengan santainya tidur di kasurku , di tambah dihiasi dengan wajah tanpa dosanya?
Siapa dia sebenarnya???

_"Kalau tidak mau keluar juga, aku akan teriak!"_ Ancamku lagi.

Saat itu, aku masih mengenakan mukena dan posisiku mulai melipir ke pintu kamar. Dugaanku malam itu, laki-laki yang tidur di kasurku ialah tukang maling.  Siang kemarin, aku mengobrol  tentang tindak kejahatan yang mulai merajalela di kantin kampus, kata Si Rena, baru-baru ini,  tindak kejahatan makin marak, dan para penjahat mulai melakukan segala cara untuk merampok.

Malam ini, tepat di kamarku, aku menemukan laki-laki yang mengaku-ngaku sebagai suamiku. Tentu aku yakin, dia pasti perampok yang sedang menyamar dan mengaku  jadi suamiku. Padahal, aku sendiri kan belum menikah, bodoh sekali perampok ini.

_"Aku suamimu, jangan berteriak, malu sama tetangga,"_ ucap laki-laki itu santai.

_"Hey perampok bin tukang maling! Pura-puramu itu tidak profesional tahu! Ngaku-nagku sebagai suami saya, padahal saya tuh belum nikah tahu tidak, hah!"_Kataku tidak santai dengan emosi yang mulai menyala.

_"Benar, Na, Aku suamimu, suer deh samber gledeg"_ ucapnya yakin.

Darimana dia tahu namaku? Siapa dia sebenarnya? Tukang maling? Tapi, kenapa tukang maling seperti ini?

_"Aku masih semester 5 dan belum menikah tahu tidak !!!"_

Dia malah tersenyum mendengar ucapanku.

_"Iya aku tahu"_

Sepertinya, teriak memang cara terbaik yang saat itu aku lakukan. 

_"Sini, Isna..."_ panggil laki-laki itu lembut.

Entah mengapa, mendengar intruksinya, Aku tidak bisa berkata-kata lagi, dengan segera aku pun mendekatinya, aku tidak tahu kenapa aku seperti itu kala itu, seperti di hipnotis rasanya.

_"Biar aku jelaskan,"_ ucapnya masih lembut.

_"Kamu siapa sebenarnya?"_ Tanyaku sambil duduk di kasur

_"Suamimu,"_ sambil menatapku, _"suamimu nanti..."_ lanjutnya.

_"Nanti?"_

_"Iya, nanti"_ jawabnya sambil tersenyum.

Kebingungan serasa menyergapku, namun saat menatap wajahnya, aku merasa tenang, dan melihat senyumannya, kebingunganku hilang.

***

Bersambung.

Friday, August 4, 2017

1 Tips Lagi (Bersyukurlah)


#EdisiTipsNulisSabtu

Khansa S@F

Alhamdulillah, saat hari sabtu tiba, rasanya,  Allah selalu beri kemudahan kepada saya untuk memberikan tips-tips seputar kepenulisan. Tepat hari ini pun, satu tips untuk teman-teman, saya temukan, alhamdulillah.

Kalau tidak salah ingat, saat SMA dulu, saya pernah baca sebuah novel yang judulnya "Cintamu Seluas Samudera", dalam cerita tersebut, tokoh yang digambarkan merupakan seorang penulis. Dalam cerita, kebiasaan beliau sebelum menulis ialah melakukan shalat sunnah dua rakaat terlebih dahulu.

Selanjutnya, kalau tidak salah ingat lagi, saat itu, saya ikut seminar online kepenulisan, dan sang pemateri pernah berucap bahwasanya, ada banyak penulis yang sebelum menulis melakukan ibadah terlebih dahulu, misalnya membaca Al-Qur'an, shalat sunnah atau melakukan hal-hal yang berkaitan dengan Rabb-Nya. Tentu, tidak lain dan tidak bukan, "Agar tulisan kita memiliki ruh" ungkap pemateri kala itu.

Apa maksudnya? Ya, biasanya, tulisan-tulisan yang mengandung 'ruh' ini lah yang akan menyentuh hati setiap para pembacanya. Wallahua'lam.

Baik, sudah tahu tips kali ini apa? Yups, salah satu usaha yang harus dilakukan bagi seorang penulis ialah 'Bersyukur'.

Setiap penulis, tentunya dalam mengekspresikan kesyukuran  berbeda-beda. Ada yang sebelum menulis shalat sunnah terlebih dahulu, ada yang membaca Al-Qur'an, dan ada juga yang sekedar mengucapkan lafadz 'Alhamdulillah'.

Jangan sangka saya sebelum menulis melakukan demikian ya, hehe. Saya pun baru tahu sekarang, bukan baru tahusih, lebih tepatnya  baru sadar lagi, bahwa  ternyata, aktifitas menulis  memang tidak lepas dari nikmat akal yang Allah berikan. Maka dari itu, jika kita tidak bersyukur, rasanya keterlaluan.

Izin cerita sedikit. Tadi menjelang sore tiba, saya menulis, rasa bahagia dan haru saya rasa, karena  telah menyelesaikan satu sub judul sebuah novel yang saya buat.

Kenapa rasa haru dan bahagia sangat kuat saya rasakan pada sore tadi? Karena saya merasa, sub judul ini paling sulit di antara sub judul sebelumnya.

Teman-teman tahu? Setelah rasa haru dan bahagia menerpa saya, tiba-tiba,  ada yang berbisik kepada hati saya, "Kamu harus bersyukur,Vi". Saya tidak tahu dari mana bisikan itu berasal. 

Bisikan itu tak lama menghilang, lantas saya pun merenung, "Bersyukur? Bagaimana saya  bersyukur?"

Awalnya saya tidak tahu maksud dari bisikan itu, tapi  sekarang akhirnya saya tahu.

Setelah menyelesaikan tulisan, azan asar pun  berkumandang, saya pun solat asar seperti biasa, kemudian membaca Al-Qur'an sebagai rasa syukur atas nikmat akal yang Allah berikan.

Teman ingatlah, kita bisa menulis dan bisa menyelesaikan sebuah  tulisan  memang sebuah prestasi, tapi  dibalik itu semua, kita harus ingat bahwa  ada campur tangan Allah yang membantu kita.

Coba bayangkan, jika Allah tidak memberikan ide untuk menulis, atau di tengah asyiknya kita menulis, Allah cabut nikmat menulis itu. Apa yang dapat kita lakukan?

Begini teman, pada intinya, saat kita bisa menulis, jangan lupa bersyukur kepada Allah. Karena bagaimana pun, jika tanpa nikmat akal yang Allah berikan, kita tidak bisa menulis kan?

Sekarang, saya baru tersadar,  rasa syukur memang harus  diekspresikan dengan mendekatkan diri pada Rabb yang menciptakan.

Ada banyak penulis hebat yang sukses kemudian mereka bersyukur kepada yang Maha Mensukseskannya. Lantas, apalah arti kita? Sudah penulis pemula, tidak bersyukur juga? Apa kata dunia?.

Tentunya, jika kita ingat akan nikmat Allah yang Mulia, rasanya tidak pantas jika kita tidak bersyukur padanya.
Khususnya bagi kita ini (calon penulis kebaikan di jalan Allah, insya Allah).

Mulai saat ini dan semoga Allah istiqomahkan, tanda syukur yang saya ekspresikan ialah membaca Al-Qur'an atau setidaknya, Al-Qur'an harus ada di sisi saat menulis di meja belajar. Ini ekspresi syukur saya, bagaimana ekspresi syukurmu, teman?

Bersyukurlah,
Agar Allah mudahkan urusan kita.
Bersyukurlah, karena dengan bersyukur, mudah-mudahan, buah tangan yang dihasilkan pena kita, akan sampai pada hati pembacanya, aamiin.

Wallahua'lam.

4 Agustus 2017 20:20 Wib