Sunday, July 30, 2017

Tolong Jaga!

Oleh: Khansa S@F

Aku bukan orang baik, sekalipun tak jarang, banyak orang yang anggap aku baik.

Saat aku ingat akan aibku,
Pasti aku akan malu,
Namun, berkat kasih sayang Allah lah, Dia  menutup aib-aibku,
Jika tidak, dipastikan sekecil semut pun tak mau berteman bahkan melirik padaku.

Aku sadar,
Aku manusia hina yang penuh dosa,
Entahlah, seberapa banyak dosa yang kukerja setiap masa.

Apakah aku menyesal menjadi manusia?
Mengingat, tempat hilaf dan salah ada dalam dirinya.

Tapi, buat apa aku menyesal?
Karena sekarang, Allah sudah takdirkan aku menjadi manusia.

Yaaah...
Yang kulakukan saat ini bukan memenuhi sesal di dada,
Atau meratapi kenapa Allah taqdirkan aku jadi manusia.

Namun, yang harus kulakukan, ialah menjadi manusia yang bertaqwa.

Di sepanjang perjalanan,
Kulihat banyak halang dan penggoda,
Tentu jika bukan karena penjagaan-Nya aku tak kuasa.

Ya Rabbanaa...!
Aku manusia, tolong jaga.

Senin 31 Juli 2017 04:46 Wib

https://www.instagram.com/p/BXL9ywXgddqox1r6i9a-QPJK99q49aU24JPysU0/

Friday, July 28, 2017

Selamat Datang Sang Pelamar

Oleh: Khansa_saf

Berat menerima seorang pelamar,
Karena hatiku masih mengharapkan pencinta  datang.

Namun apalah daya,
Orang yang menjanjikan cinta akan dikalahkan oleh sang pelamar.
Beriubu ucapan cinta yang dikatakan sang pencinta,
Beratus ucapan rindu yang dikatakan sang pencinta
Berjuta ucapan janji yang dikatakan sang pencinta,
Lagi-lagi akan dikalahkan oleh sang pelamar.
Aku yang punya kendali,
Hati yang kadang mengharapkan sang  pencinta datang, akan aku redam dalam-dalam.

Perasaan yang amat sangat akan aku simpan bukan untuk dikenang, melainkan hanya akan aku jadikan episode perjalanan.

Duhai sang pencinta, bukan aku tak mau menunggumu, apalagi mencampakkanmu.

Namun... kembali aku tegaskan, kamu yang janjikan cinta akan dikalahkan oleh sang pelamar.

Duhai sang pencinta, aku tahu... perasaanmu tulus padaku, namun apalah daya, sang pelamar tetap akan menang.
Kusadari, sekalipun awalnya dia sang pelamar, Namun... Semakin berjalannya waktu.
Semakin kumemulai hidup baru, Semakin semuanya akan nampak!
Bahwa sang pelamar akan berubah menjadi sang pecinta.

Kau tahu sang pencinta?
Sebenenarnya harapan itu masih tersemat dalam sanubari.
Yah...
Sebuah harapan yang menginginkan sang pencinta menjadi sang pelamar.
Namun lagi-lagi apalah daya, harapan itu hanya sampai di hati.

Selamat datang sang pelamar...
Aku akan dengan senang hati menerimamu. Sekalipun awalnya pasti  aku tak tahu siapakah dirimu.
Namun, aku akan dengan tulus menerimamu,
Kenapa harus menerimanmu?
Karena  engkau adalah sang pelamar yang  mempunyai keberanian yang besar.

Bumi Allah, 24 Oktober 2016

https://www.instagram.com/p/BXGD09hgCRcc7TOh1PLhL73QQGa68TA0-UZpdw0/

1 Tips Lagi (Cari Teman yang Mengingatkan)

#EdisiTipsNulisSabtu

1 Tips Nulis Lagi

Khansa S@F

Lagi dan lagi, rasa malas menghampiri. Sebenarnya memang tak salah, karena bagi saya rasa malas itu tak jarang sulit  dihindari.

Hampir satu pekan saya tidak menulis setiap hari, jika boleh jujur, satu pekan serasa amat lama. Alhamdulillah, malam ini Allah mulai gerakkan hati saya untuk kembali menulis.

Tips kali ini sebenarnya lebih kepada penguatan, karena tips ini lahir pun salah satu alasannya karena penguatan dari seorang teman.

Baik, tips kali ini adalah "Carilah Teman yang Suka Mengingatkan".

Saat saya malas menulis kemarin, ada seorang teman yang suka menegur saya saat malas menulis melanda.  Qodarullah, teman yang mengingatkan ini cukup dekat dan masuk group nulis juga. Beberapa hari yang lalu, saya mengirim WA kepada teman ini mengabarkan bahwa saya sedang malas menulis. Kata dia, "Memang kamu kuat engga nulis, Vi?".

Dia tidak langsung bertanya, kenapa saya malas menulis. Namun dia malah bertanya apakah saya sanggup tidak menulis. Tentu, saat itu saya jawab karena saya malas dan sedang ada kegiatan diluar juga, jadi alasan saya untuk tidak menulis pun kuat.

Teman yang satu ini selalu negur saat saya beberapa hari saja tak share tulisan, "Kenapa engga nulis? Nulis sana!" Padahal dianya sendiri tidak menulis hehe.

Tapi saya senang, saat saya sedang malas menulis, masih ada teman yang perhatian dan menyemangati untuk terus menulis.

Bagi saya, mencari sosok teman yang mengingatkan kita untuk terus menulis ini penting, kenapa? Kita manusia,terkadang lupa, makannya adanya teman yang mengingatkan itu membuat kita ingat kembali.

Mulai sekarang, cobalah cari teman yang ingatkan kita saat kita mulai malas menulis, jika pun tak menemukan, cobalah minta orang kepercayaan atau siapa saja yang mau negur kita saat kita lagi malas menulis.

Teman yang semacam ini penting loh, sekali pun teman yang mengingatkan kita tidak menulis.

Lantas, bagaimana mencari teman yang seperti itu? Sebenarnya gampang, tinggal kita nya saja yang  harus ikhtiar. Misalnya, ikut group-group kepenulisan, atau ikut seminar online atau ofline, bisa juga meminta teman dekat langsung untuk menegur atau bayar orang untuk menegur kita saat kita mulai menulis hehe. Namanya juga ikhtiar. Iya, kan?

Untuk kamu, dan semua teman yang suka negur saya saat saya sedang malas menulis. Terimakasih banyak, ya. Semoga Allah balas lebih. Aamiin.

***

Carilah teman yang selalu mengingatkan akan kebaikan,
Bukan malah, mencari teman yang mengajak ugal-ugalan.

Bagi saya, satu teman yang suka mengingatkan, jauh lebih berharga dibanding seribu teman sepermainan.

Selamat mencari teman =)

Bumi, 28 Juli 2017 20:39 Wib

Sunday, July 23, 2017

#3 Perjuangan Orangtua


Oleh: Khansa S@F

Lagu kenangan masih berputar, mobil masih melaju dengan kecepatan sedang. Saat itu, ada mobil Bus besar yang lewat, dan dari Bus ini lah aku akhirnya menyadari bagaimana perjuangan orangtuaku tak ada bandingnya, bagaiaman perjuangan mereka tak terbalaskan, dan bagaimana perjuangan mereka membuat air mata meleleh tak karuan.

Saat itu,  adik aku bercerita jika hendak  berangkat kuliah ke kampusnya, kalau dari rumah, harus subuh-subuh sudah berangkat, agar tidak kesiangan masuk kelas.

"Capek! Setiap senin subuh harus kejar mobil Bus, belum lagi, kalau penuh suka berdiri!" keluh adikku kala itu.

Aku juga akhirnya ikut nimbrung menceritakan bagaimana perjuangan kuliahku dulu, harus naik mobil yang tak ada AC nya, naik kopaja atau Metro jakarta yang  membuatku pengap dan merasa panas. Dan sampai sekarang sebenarnya aku traum terhadap mobil-mobil itu.

"Kamu mah enak, Dek, kampusnya deket dan naik mobil juga cuma sekali atau dua kali, coba teteh, naik mobil berkali-kali, panas, belum lagi was-was kalau ada copet" jelasku.

Aku  kuliah di jakarta, dan adikku kuliah di daerah. Dan jarak antara kampus adikku dan rumahku hanya memakan waktu 2 jam, sedangkan aku sekitar 4 sapai 5 jam.

Seketika, mobil kembali hening, karena masih penasaran dengan cerita umi , aku pun bertanya kembali pada umi bagaimana umi bisa pulang pergi dari jakarta ke rumah ke rumah  dengan masih tugas  menumpuk dan membutuhkan  waktu perjalanan yang amat lama.

"Awalnya setiap minggu sore umi berangkat dari rumah, sampai jakarta paling malam jam sebelasan" jelas umi,  "Tapi, semenjak tau Bus tadi ada yang beroperasi jam 2 pagi, kata Bapak, berangkatnya jam 2 pagi saja dari rumah, biar hari minggu nya masih bisa di rumah"

"Umi jam 2 pagi ke jakartanya??? Engga takut, jalan ke pangkalannya?" Tanyaku tak percaya, karena kamu harus tahu teman,  rumahku cukup jauh dengan jalan raya, kalau naik motor membutuhkan sekitar 10  menit baru sampai ke pangkalan, tapi, kalau jalan kaki, membutuhkan waktu sekitar 25 sampai 30 menitan baru sampai pangkalan.

"Iya, kan ada bapak yang nganterin" jawab umi

"Jalan kaki?" Tanyaku tak percaya, karena saat itu, bapak belum punya motor.

"Iya, setiap jam 2 pagi bapak nganter umi, kan dulu kita belum punya motor" jelas bapak

"Bapak engga takut pas balik lagi ke rumahnya? Kan malem Pak? Sendirian pula" Tanyaku masih penasaran, karena pasri kamu tahu lah bagaimana suasana perkampungan yang masih sedikit penerangan, belum lagi, ini jam 2 malam, dan dari rumahku  ke pangkalan, harus melewati beberapa jalan sepi yang tak ada rumahnya, semak belukar, serta kuburan besar.

Bapak tidak menanggapi pertanyaanku, dan mulai kembali fokus mengendarai mobil.

Saat itu, aku masih  ingin masih ngobrol dengan umi, aku pun kembali bertanya pada umi.

"Umi kenapa waktu pas kuliah suka pulang ? Kan tugas kuliah banyak, Mi. Belum lagi rumah kita kan  jauh?" tanyaku polos.

"Kalau umi engga pulang, yang ngurusin ruma sama kaliah siapa?  Dari dulu, Umi engga percaya sama pembantu, jadi umi harus pulang setiap pekan sekali."

Aku tertegun mendengar jawaban umi, disaat umi sibuk dengan kuliahnya, umi masih sempat-sempatnya mikirin anak dan suami. Padahal tidak perlu pulang sepekan sekali juga sebenarnya bisa, karena ada Bapak yang sudah mengurus aku, kakak dan kedua adikku. Tapi kata umi,  "yang nyuciin baju siapa? Nyetrika baju siapa? Cuci pirng siapa? Ngepel siapa?"

Ialah umiku, selain umi mengurusi anak dan suami, umi juga yang mengurusi isi rumah. Dari dulu, umi dan tentunya keluargaku tidak suka mengandlkan pembantu, pernah waktu itu bapak memanggil pembantu, tapi ada hal yang membuat keluargaku kecewa. Sejak saat itu, umi tidak mau ads pembantu lagi di rumah.

"Sekali pun capek, harus bekerja sendiri, ngurus 5 anak, suami seralta rumah sendiri, tapi umi nikmati aja, daripada ada pembantu tapi mengecewakan?"

Kamu pasti tahu, bagaiaman suasana rumah yang diisi oleh empat anak kecil yang masih belum mengerti, serta seorang bapak yang harus mengurusi isi rumah sendiri. Belum lagi, seorang bapak pada dasarnya tempat berkerjanya  memang bukan di rumah tapi harus dipaksakan tempat kerjanya di rumah, kamu bisa bayangkan kan, bagaimana isi rumahnya?

Aah, umi, tak pantas aku mengeluh dengan tugas yang menumpuk saat kuliah, atau tak pantas aku mengeluh saat menaiki mobil yang tidak ada AC nya. Tentu aku tak pantas saja, karena ada orang yang lebih pantas mengluh pun tak mengeluh.

Umi, bapak perjuanganmu dulu membuatku malu, aku banyak belajar darimu. Bagaimana melihat kesungguhanmu menjadi mahasiswa berprestasi, bagaimana kecintaanmu terhadap anak dan suami hingga rela tiap pekan pulang sekalipun tugas dan jarak amat jauh. Dan bagiaman memosisikan dirimu saat menjadi istri yang berbakti.

Begitu pun, kamu Pak. Pukul 2 malam bukan waktunya berada di jalan. Namun dengan berbekal baterai kecil, dirimu rela mengantar umi  sampai  Bus yamg dinaiki umi tak terlihat. Malam mencekam, dan bisa saja bahaya datang mengintaimu. Tentu, yang dirimu lakukan saat itu bukan semata-mata ingin melihat ilumi sarjana, tapi lebih dari pada itu, ada sebuah harapan besar yang ingin terlaksana.

Jika bukan karena karunia, tenti pasti tak mau, berjalan dikegelapan, sendirian, dengan berbekal penerangan yang yltak memungkinkan.

Aaaakhh Umi dan Bapak, apa yang harus aku berikan? Perjuangan kalian sungguh luar biasa. Aku bangga dan bersyukur Allah izinkan aku dilahirkan di rahim Ibu yang memiliki jiwa perjuangan serta dididik oleh seorang bakak yang penuh tanggungjawab yang besar.

Semoga Allah mewariskan jiwa perjuangan serta tanggungjawab padaku. Agar kelak, jika Allah izinkan aku memulai bahtera dengan pilihan hatiku, aku ingin seperti mereka, yang senantiasa berusaha untuk saling membantu dan melengkapi serta berlomba dalam hal kebaikan untuk gapai syurga sama-sama.

Umi, bapak aku sayang kalian selamanya. I love You soo much.

Tamat.

#1Perjuangan Orangtua

Oleh: Khansa S@F

Aku baru mendengar malam ini. Malam di mana kebahagiaanku bertambah lagi. Malam ini, aku dan keluarga makan di luar, karena di rumah lauknya belum beli hehe. Tapi aku bahagiaa sekali,  bisa makan sama-sama di lapangan terbuka.

Di perjalanan, aku lupa awalnya  membahas apa. Karena saat pembahasan itu akhirnya aku ingat masa lalu.  Oh, ya! Sekarang aku ingat, saat itu Bapak menyetel lagu kenangan, akhirnya dengan mengalir umi bercerita dan tentu saja melipir ke masa-masa di mana saat aku  belum bisa memperhatikan adikku dan mengayomi adikku, karena saat umi kuliah, kalau tidak salah, aku masih SD antara kelas 1 sampai 3 -maksudnya aku juga perlu diperhatikan-.

Aku tahu siapa umiku, dia sangat suka bercerita. Kalau sudah bercerita, tak jarang suka mempraktikkan kejadian yang diceritakan hingga membuat yang melihat suka senyum bahkan tertawa melihat tingkah umi. Yah, itulah umiku, sangat senang bercerita.

Umi menikah dengan bapak setelah lulus PGA, kalau sekarang SMA. Sedangkan bapak kala itu sudah S1 malah sudah kerja. Perbedaan umur pun amat mencolok. Bedanya 14 tahun!.

Umi pernah bilang, kalau dulu, dia ingin sekali meneruskan sekolah, umi ingin kuliah. Tapi umi dijodohkan dan dinikahkan dengan bapak.

Setelah menikah, umi di rumah tidak bekerja, karena bapak menyuruh umi untuk jangan bekerja, dan tentunya tidak kuliah juga.

Sampai umi pun punya anak 5, jaraknya tidak beda jauh, aku dan adikku bedanya 2 tahun, malah kurang.

Saat baru melahirkan anak ke lima, ada kesempatan buat umi untuk kuliah gratis di jakarta. Tepatnya UNJ. Dan bapak pun izinkan umi untuk kuliah lagi, setelah sekian lama hampir 10 tahun kata 'jangan' selalu bapak ucapkan pada umi. Tentu, umi bimbang, karena  saat itu, umi  punya bayi yang masih merah. Tapi, keinginan umi untuk kuliah tidak membuat umi menyerah.

Saat umi melahirkan, umi diwakilkan kakaknya umi untuk mendaftar ke sana. Pokoknya kalau diceritakan perjuangan umi,  air bening yang kusebut air mata kadang membasahi pipi.

Tentu, beasiswa yang diberikan saat itu mempunyai syarat. Dan salah satu syaratnya, peserta yang mendapat beasiswa wajib tinggal di asrama.

Asrama kedengarannya menarik, tapi bagaimana jika tinggal di asrama bersama bayi yang masih merah, baru lahir, dan tentunya tempat yang dihuni seorang anak yang masih baru lahir harus bisa dibilang layak. Tapi ini?. Asrama yang awalnya gedung kosong, peninggalan Belanda dan tentu saja banyak cerita-cerita yang menyeramkan datang dari sana.

Akhirnya umi dilema lagi, umi ingin kuliah, tapi tidak tega melihat adiikku yang masih merah di bawa aktifitas kuliah. Masih amat rapuh. Akhirnya, umi putuskan untuk menitipkan si bungsu di rumah nenek. Karena jika di rumah, tentu saja tidak ada yang bisa mengrus. Bapak harus mengurus aku, dua adikku dan kakaku juga yang masih sama-sama polos. Sedangkan aku? Mana mungkin bisa menjaga si bungsu di rumah. Belum lagi, tugas bapak sebagai kepala sekolah Aliyah banyak bin numpuk. Jadi, agar si bungsu aman, umi menitipkan si bungsu di rumah nenek.

Penitipan itu tidak berlangsung lama, karena umi engga tahan dan selalu ingat si bungsu, belum lagi naluri sebagai seorang ibu amat kuat. Bayangkan, bayi yang masih merah harus dipisahkan oleh ibunya hanya karena kuliah?.

Ah, umi. Andai aku sudah besar kala itu, Aku ingin membantu umi untuk merawat si bungsu. Tapi nyatanya, aku masa itu masih belum bisa menjaga si bungsu, karena aku sendiri pun masih perlu penjagaan bapak dan umi.

Bersambung.

#2 Perjuangan Orangtua


Oleh: Khansa S@F

Si bungsu akhirnya terpaksa ikut kuliah sama umi, karena selain masih kecil juga masih membutuhkan ASI Ekslusif. Dari kampung, umi mengajak satu orang yang mau bantu-bantu umi, namanya Mba Ida.

"Kalau pas umi ada kuliah, Mba Ida yang jagain si Dede" kenang umi.

Setiap hari, pasti saat jam 9 pagi,  umi izin keluar kelas, alasannya ingin pipis atau apa saja. Semua teman umi pasti hafal manakala jam 9 tiba, umi pasti izin keluar. Tentu saja, umi keluar bukan untuk pipis atau yang sejenisnya, tapi keluar  untuk memberikan ASI pada si bungsu.

Waktu istirahat tiba pun, teman-teman umi asyik  bercengkrama dengan teman-teman yang lainnha, umi engga, setelah makam dan solat zuhur, umi menemui si bungsu dan kembali memberi ASI pada si bungsu.

Jika harus berlebihan, bukan main capeknya melihat umi, karena ini beasiswa yang bisa dibilang beasiswa percepatan, jadi, waktu belajarnya sangat full.

"Dari pagi jam 7 sampe jam 8 malam, umi duduk di kelas dengerin dosen ngomong" Kata umi masih sambil menikmati lagu kenangannya.

"Bayangin aja, kuliah yang harusnya 2 tahun, dipercepat jadi satu setengah tahun,  makannya engga jarang kuliah baru selesai jam 8 malam, belum lagi, setelah pulang, bukan malah istirahat tapi  ngerjain tugas kuliah dan harus bangun malam, huft..." keluh umi.

Aku jadi membayangkan bagaiamana jika ada di posisi umi saat itu. Harus ngerjain tugas kampus, belum lagi, mengurus si bungsu, setiap malam sudah alamat tidak tidur, karena bayi kan suka terbangun tengah malam, tapi dengan adanya si bungsu, umi bisa terobati, karena selama ngerjain tugas malam, ada si bungsu yang menemani.

Aaaaaaaakkh umi, kamu hebat! Kalau aku jadi umi, mungkin aku belum sanggup, menggunakan otak, fisik, tenaga secara bersamaan.

Bersambung.

Saturday, July 22, 2017

Sang Pemburu

Khansa S@F

Hey...
Temanku kesana,
Ingin melihat keadaanmu, katanya.
Berkenalan lah dengan temanku itu,
Asal kau tahu, pasti ia amat senang  bersua denganmu.

Hey..
Kau terluka?
Pelipismu terluka...
Maafkan aku, karena untuk saat ini, aku tak bisa menutup lukamu dengan balutan kasa putih itu.

Hey...
Kulihat, suasanya semakin parah, ya?
Terikan takbir semakin menggema di mana-mana,
Tangis keberanian mulai mencakar langit angkasa,
Tak lepas, tembakan sangar terbang dengan leluasa,
Saat kembali terjadi kerusuhan itu, kau ada di mana?

Pasti saat ini kau terluka, ya?
Aku tak tega, jika ada darah mulai berserakan di mana-mana.

Aku tahu, itu darah syuhada,
Tapi, aku belum siap jika harus kehilanganmu.

Hey...
Temanku pasti sedang mencarimu,
Karena sudah kukatakan padanya, temui dirimu sebelum malaikat maut menemuimu terlebih dulu.

Hey...
Lihat!
Ada air mata membasahi wajahku,
Aku khawarir dengan keadaanmu, anak kecil yang kau ceritakan itu, pemuda pemberani itu, ibu yang siap mati itu, dan masih banyak  yang sebenarnya kukhawarirkan lagi.

Hey...
Apa aku sudah siap menerima?
Apa aku mulai rela?
Apa aku akan melepasmu dengan semangat membara?
Semoga,
Karena kau pergi, untuk memburu syuhada.

Hey Sang pemburu,
Selamat memburu.
Semoga dengan itu, syuga menghampirimu.

Bumi, 21 Juli 2017 22:40 Wib

https://www.instagram.com/p/BW0JAdnACD1b-Lnd_hPqlVjjoNpC_xd6hErHCQ0/

Berita Lagi?

Khansa S@F

Aku mendengar lagi, berita darimu, kawan.
Hey...
Suasananya kian membara, ya?
Aku tahu, karena berkat seorang saudara  berkabar dengan semangat membakar.
Bukan...
Bukan semangat karena senang,
Melainkan semangat karena marah ingin menghajar!

Ku kira wajar,
Mereka marah bukan tanpa alasan,
Melihat rumah Allah yang  amat  dimuliakan, seolah diporak-porandakan oleh manusia yang tak berkemanusiaan apakah hati bisa tegar menyaksikan?

Oh, Allah! Lihatlah perjuangan kawanku!
Mereka membela dengan nyawa sebagai taurhan.

Doa...
Iya! Hanya doa yang bisa kuhaturkan.

Kawan...
Shalatlah...
Bersabarlah,
Tak lama, Allah, kan menolong.

Bumi, 20 Juli207 23:40 Wib

https://www.instagram.com/p/BWxpUZ_glJWARDDqJPX56EZ9E9Ga2nAyl7P0oY0/

1 Tips Lagi (Usaha)

*#EdisiTipsNulisSabtu*

Khansa S@F

Hari sabtu telah tiba. Ini tadanya saya akan bagi-bagi tips nulis buat kamu.

Awalnya sempat dilanda kebingungan, tapi saat ingat percakapan tempo dulu dengan seorang teman yang kenal di dunia maya, akhirnya ide untuk menulis pun timbul juga.

Setiap orang pasti memiliki keinginan dan cita-cita. Namun tidak semua orang mampu serius untuk menggapainya. Untuk menggapai cita-cita, pastinya perlu tenaga, biaya dan lain sebagainya.

Dalam hal ini, ada banyak manusia yang ingin menjadi seorang penulis, ingin bukunya terpampang di toko buku, ingin tulisannya tersebar di media-media. Tentu, setiap kita pastinya mau. Tapi perlu diingat, untuk menggapai kesana perlu usaha.

Jangan melihat penulis-penulis hebat saat bersinarnya saja, tapi lihatlah bagaimana mereka sebelumnya. Pasti kita akan temukan bagaimana perjuangan mereka begitu luar biasa.

Sudah ditebak yah, tips kali ini apa, yups! Usaha! Kalau mau menulis, ya, kita harus berusaha, jangan berleha-leha.

Usaha ini juga yang nantinya akan menunjukkan seberapa kuat keinginan kita untuk menjadi seorang penulis.

Baik, izinkan saya berkisah. Beberpaa pekan kemarin,ada seminar kepenulisan online yang amat  menarik yang tentunya juga  cukup menguras kantong. Saya ingin mengikuti seminar itu, tapi melihat biaya yang harus dikeluarkan, sepertinya  saya belum mampu, sebenarnya mampu, tapi ada hal lain yang lebih penting dari itu, tapi hati ini terus, terus dan terus ingin. Lalu bagaimana?.

Keinginan untuk ikut seminar saya redam pelan-pelan, sekalipun agak _nyesek_ sedikit, tapi kala itu saya bilang ke Allah "Ya Allah, saya ingin ikut seminar itu!".

Lama berselang, saya mulai melupakan seminar kepenulisan itu, bisa dibilang, saya sudah mulai ikhlas. Tapi tetap, hati saya masih ingin.

Hingga tak lama, ada seorang teman, saya kenal dia saat ikut seminar kepenulian ofline, kalau tidak salah di Gedung Kompas Gramedia Jakarta. Saat itu saya masih tinggal di Jakarta, dan dia ini tinggal di Lampung, namun bela-belain datang ke Jakarta hanya untuk ikut seminar kepenulisan, ada lagi teman sebelah bangku saya kala itu, dia datang dari Jawa menggunakan pesawat datang ke Jakarta, lagi-lagi untuk ikut seminar kepenulisan juga. Saya jadi iri dengan semangat mereka.

Kembali ke pembahasan, sebut saja Ayu, saat itu Ayu mengirim pesan WA berupa tulisan dan famplet seminar online yang kemarin-kemarin saya inginkan. Sontak, tadinya saya sudah melupakan, saat itu  ingat kembali.

Sekalipun baru sekali bertemu dengan Ayu, saya cukup akrab dengan dia. Dia memberikan tawaran menarik pada saya, kata dia,kalau kamu ingin ikut seminar, ajak aja 10 atau 5 (saya lupa) untuk ikut seminar ini, kalau bisa, nanti kamu dapat ikut seminar online gratis.

Awalnya saya menolak, karena untuk mendapatkan 1 orang saja rasanya minta ampun susahnya, apalagi bentuknya seminar online yang bayarnya cukup lumayan. Namun, saat itu saya ingat, bukankah ini salah satu ikhtiar/usaha saya untuk mengikuti seminar yang saya ingini?

Akhirnya, saya pun menerima tawarannya,  sekalipun pada akhirnya tidak ada satu pun yang mendaftar, sempat ada beberapa orang yang bertanya, tapi hanya bertanya.

Yasudah, mungkin Allah belum taqdirkan saya untuk ikut seminar, kata saya kala itu.

3 atau 2 hari penutupan pendaftaran seminar yang lagi promo, ada pesan WA masuk lagi, kali ini pesan itu datang dari sebut saja dia mawar. Dia bertanya pada saya, apakah saya tertarik ikut seminar yang dia kirim. Kalau tertarik dia akan daftarkan saya. Seketika, saya langsung ingat Allah, 'Allahhhh...!!!!!'

Tidak serta merta saya menerima tawarannya, saya bertanya beberapa hal dulu padanya, mulai dari kenapa dia ingin biayai saya, dan lain sebagainya. Akhirnya  saya beritahu juga soal keinginan saya untuk ikut seminar itu, saya bercerita dari awal sampai akhir.

"Biar tambah pinter nulisnya" salah satu alasan  mawar kala itu.

Dan akhirnya, saya pun Allah izinkan untuk ikut seminar itu.
Alhamdulillah.

Harus kamu tahu, tulisan "why" dulu baru "how" yang saya tulis pun salah satu materi yang diberikan saat seminar online kemarin.

Teman, kalau kamu ingin menjadi penulis, berusahalah sedikit demi sedikit. Menjadi seorang penulis itu tidak gampang loh. Harus riset, baca buku, ikut seminar kepenulisan dan masih banyak lagi.

Boleh lah bermimpi tinggi, misalnya ingin menjadi penulis best seller. Tapi, kalau kita tidak  usaha maksimal, mau bagaimana?

Ayolah, mulai sekarang, kuatkan mimpi, dan berusahalah melebih mimpi itu sendiri.

Karena kita semua pasti tahu, Allah bukan melihat seberapa tinggi  mimpi kita, tapi melihat seberapa besar usaha yang kita lakukan untuk meraih mimpi itu.

Bumi, 22 Juli 2017 18:03 Wib

Www.khansasaf.blogspot.com

Friday, July 21, 2017

Judulnya Alur Cerita

*Judulnya Alur Cerita*

Khansa S@F

#Gambar1. Berawal dari Mba-mba, yang saya belum tahu namanya. Akhirnya, saya kembali mengenang #Gambar2. Siapa hayo :), yang jamannya skripsi, banyak banget folder-folder yang kita kasih judul, padahal sebenarnya bedanya cuma sedikit-sedikit,  skripsi jadi, skripsi belum, skrispi sudah, skripsi fix, skrispi buang, dll. Saya lihat #Gambar2 jadi ketawa sendiri hehe.

Dan dari semua yang ada di dalan skripsi, bab yang paling saya dan kebanyakan orang seneng ada di di #Gambar3 (Kata Pengantar).

Di sana, biasanya dicantumkan nama-nama yang cukup penting bagi sang pembuat skrispi, kalau bisa diulang, saya akan tambah nama-nama penting dalam hidup saya, karena saat ini, orang-orang yang bagi saya penting jadi nambah banyak. Bisajadi, kata pengantar lebih banyak lembarnya dibandingkan isi yang lain hehe.

Ada orangtua, suadara kandung, sahabat dan teman-teman yang membantu selama pembuatan skripsi saya.

Di sini Dosen, orangtua dan saudara saya tidak cdritakan ya. Karena tak perlu dicdritakan pun mereka akan selalu istimewa.

Sedikit cerita. Widi, Nia, Ka Nurul mereka saya sebut awal, karena mereka bertiga yang membantu saya, Nia1 (karena nanti ada bia 2), bantuin ngerjain statistik pas bagian olah data (karena saya takut statistik wkwkwk), sampai sekarang kita masih deket, ingin jadi sahabat syurga, kata nia kala itu. Widi, yang ga pernah berhenti nyemangatin bahkan sampe marah-marahain biar kita lulus bareng, katanya kala itu. Eh dia juga yang sering direpotin, malah skirpsinya dia, engga jarang saya acak-acak buat liat penulisan referensi hahaha. Pokoknya, kalau ingat jamannya skripsi ingat widi yang udah seperti ibu saya sendiri dan saya merasa menjadi anak yang bandel hahaha -saya dan widi  satu kosan-.  Ka Nurul, dia juga membantu saya dalam hal statistik juga, karena waktu itu  Nia1 lagi pulang kampung lebaran. Ka nurul rela-relain ke kosan saya (rumahnya di Jaktim kosan saya di Jaksel) buat ngerjain, sekalipun waktu itu dia lagi sakit pusing dan dia juga ngerjainnya sambil kadang-kadang tiduran karena pusing, katanya, dan setelah bantuin dia langsung ngajar. Pokoknya makasih ya Ka Nurul sudah bantu. :').

Ada amal, Dede dan Nida. Amal saya sebut karena dia sahabat saya dari jamannya SD dan sampai sekarang masih axis kita sahabatan, kalau Dede, dia ketemu saat Aliyah, dan makin akrab saat masuk pramuka bareng, sampe sekarang juga kita masih tetep berhubungan baik, bahkan udah jadi sahabat, Amal, Dede dan saya punya geng namanya #SAF dan #SAF ini juga yang menjadi nama belakang pena saya, nah yang Nida ini, saya temenan saat MTS, sampe sekarang masih cukup dekat, dia udah nikah dan sudah punya anak jadi jarang ketemu sekali, paling hanya lewat medsos. Dan dia juga sahabat saya yang bagi saya Masya Allah deh, salah satu teladan saya juga.

Ada lagi Puji dan Fani, kami bertiga juga dekat banget, kalau lagi lalai ingat mereka, rasanya ingin beribadah terus deh hehehe, saya mulai dekat dengan mereka saat masa-masa akhir kuliah, di kampus suka selalu bersama, bahkan sebagian teman kampus, nyebut saya dan mereka dengan sebutan geng baitullah katanya hahaha. Sampai sekarang alhamdulillah masih dekat dan saya juga buat group WA hanya bertiga dan nama group saya buat cuma "." (Titik doang nama  groupnya wkwkwk).

Dua lagi Nia dan Eka. Sekalipun bagi saya sebentar, tapi temenan sama mereka amat berkesan. Saya kenal mereka juga di kampus. Awalnya saya ngedeketin Eka karena dia pinter matematika. Waktu semester 1 masih ada matkul matematika, jadi setiap pelajaran itu, saya selalu deketin Eka, minta diajarin dan lebih tepatnya ingin dibantuin ngerkain kalau ada tugas hahaha. Eka ini baik kalem orangnya makannya saya awal-awal semester dekatnya sama Eka, Nia2  juga awalnya saya lupa kenapa bisa sama Nia, tapi saya, Eka dan Nia  awal-awal semester selalu bersama. Waktu itu saya pernah main ke rumah Nia juga, karena abangnya suka benerin laptop dan laptop saya suka ngambek  jadi sekalian.

Ko jadi cerita begini sih, tapi intinya, saya bahagia bisa kenal dengan mereka dan di mata saya mereka tetap istimewa sekalipun saya tidak tahu apakah  mereka menganggap saya istimewa juga hahaha. Semoga Allah menjaga mereka Aamiin.

Gambar-gambarnya, saya share di IG, kalau mau lihat :).

Thursday, July 20, 2017

#2 Cerita Pagi Sampai Siang

Oleh : Khansa S@F

"Waktu pas liburan kemarin, anak ibu cuma dikasih libur 5 hari, 3 hari di rumah, 2 harinya di jalan, kan jauh kuliahnya" kata si ibu tiba-tiba. Maksudnya di jalan ini, di peejalanan menuju rumahnya, karena antara rumah dan kampusnya cukup jauh.

Si ibu ini ingin mengajakku ngobrol, tentu aku harus layani dengan baik, katrena bagiku,  ngobrol di mobil umum untuk sekarang-sekarang amat jarang. Tentu pastinya ada sebab, salah satunya ini, setiap penumpang punya kehidupannya masing-masing.

Oh?

"Emang, anak ibu kuliah di mana?" Tanyaku refleks.

"Sukabumi"

"Di kampusnya harus pakai cadar?"

"Iya, Neng. Belajarnya juga di pisah antara laki-laki sama perempuan" si ibu sambil terus melihatku.

"Ehm, kuliahnya di mana, Bu?"

"Ar-royah"

Pantas!

"Oh, ar-royah? Iya, di sana memang wajib pakai cadar, dan banyak juga Bu, lulusan sana yang kuliah di luar negeri." kataku sambil menerka-nereka, sepertinya nama itu sudah tak asing aku dengar. Ternyata memang benar, nama itu tak asing, soalnya saat masih masa akhir skripsi, aku putuskan untuk pindah kosan dekat kampus islam di jakarta, dan di sana aku satu kos dengan salah satu lulusan ar-royah. Jadi, sedikit aku tahu tentang ar-royah ini.

"Tadi, Eneng mau belajar mobil?"

"Iya, Bu hehehe"

"Iya, Neng, tidak apa-apa, bagus" kata si ibu

Padahal aku tahu, raut wajahnya menyimpan rasa keanehan yang tidak terlalu dalam.

Sampai si ibu turun dari mobil, si ibu pamit padaku, dan aku pun cuma bilang 'iya' sambil senyum. Senyumku mungkin tak terlihat karena terhalang oleh cadar. Tapi tak apa-apa, yang penting aku sudah tersenyum pada si ibu.

"Nanti main atuh, Neng"  kata si ibu dengan akrab

"Hehe, iya, Bu. Insya Allah..."

Sebelum si ibu turun, di sepanjang perjalanan,si ibu juga bercerita kalau anaknya dulu modok di pesantren tahfidz, dan apakah benar dunia ini sempit?. Ternyata, saat aku gali lagi, aku kenal dekat dengan anak si ibu ini, dia murid ustadz hatta yang yang punya pesantren tahfidz di daerah kota. Aku pernah 1 dauroh dengan desi. Nama anak ibu ini desi. Dua tingkat di bawahku.

Sekilas, kembali aku mengingat Desi saat dauroh ramadhan yang cuma 10 hari, ah anak yang lugu, polos dan baik. Ayahnya sudah meninggal. Dan salah satu motivasi dia menghafal ya ini, ingin membahagiakan ayahnya di syurga sama ibunya.

"Desi belum bisa kasih apa-apa ke mereka, tapi desi akan mencoba ngafal Qur'an, biar nanti bisa ngasih mahkota ke bapak dan ibu" kata desi kala itu.

Anak ini memanang baik. Dia tidak bisa menahan air matanya saat mendengar atau melihat video tentang ayah. Waktu pas jam istirahat, aku sengaja memperlihatkan dia video tentang ayah.

"Nanti, Desi minta videonya yah"

"Kenapa? Nangis yah tadi, hehehe"

"Engga, nangisnya nanti aja" kata desi.

Terakhir mendengar kabar, ia sudah tidak mondok lagi di pesantren Ustadz Hatta karena keterima di Ar-royah. Nah, saat mau pindah, Hp nya hilang entah kemana. Setelah itu, aku tidak tahu kabarnya lagi.

Tiba-tiba, ko aku ingat Desi, ya?.
Hai Desi? Apa kabar kamu di sana?.

#Bersambung.

Wednesday, July 19, 2017

#1Cerita Pagi Sampe Siang


Oleh: Khansa S@F

Akhirnya setelah sekian lama, aku hampir menemukan bagaimana gaya tulisanku.

Aku tak peduli penilaian orang tentang tulisanku, peduli sedikit sih hehehe. tapi, yang jelas, aku menulis agar orang-orang juga mau menulis, tentunya menulis dalam hal kebaikan, ya. Ingat.

Apakah karena memang tadi siang baru selesai melahap novel orang, hingga gaya tulisanku ikut-ikutan? Tapi benar, asli, aku menikmati tulisannya. Ringan, merakyat, dan yang pasti apa adanya hehehe.

Saat mengikuti salah satu seminar online, sang pemateri kalau tidak salah ingat pernah berucap, bahwasanya, dia suka menulis karena dengan menulis secara tidak langsung, kita bisa berekspresi dan mengutarakan isi hati, jadinya, saat kita punya masalah tidak stress, karena unek-unek dalam hati kita bisa dicurahkan melalui tulisan. Oya, kalian tahu? Makna stress dalam pelajaran Fisika? Aku masih ingat, saat guru Fisikaku dulu menerangkan Stress dalam pelajaran Fisika. Intinya stress itu artinya tegang. Jadi, kalau kalian tegang, berarti lagi stres hehehehe. (Becanda, jangan diambil hati, ya).

Jika tak ingin meneruskan membaca tulisanku ini, mending berhenti di sini, silakan baca tulisan lain yang lebih bermanfaat dari tulisanku, tapi, asal kalian tahu, tulisan manfaatnya ada setelah ini, jadi pilih mana? Tetap membaca atau pergi?.

Aku hanya ingin menceritakan kejadian yang kualami dari pagi sampai siang tadi, daei jam sekitar 09:30 sampai jam 11:40, pokoknya seru!.

_You know_ lah, aku berhijab dan memakai penutup wajah, yang terlihat hanya mata dan jidat, sepertinya hehe, eh alis juga ding!.

Nah, tadi Qodarullah (aku sudah jarang menyebut kata 'kebetulan' karena di dunia ini, tidak ada yang kebetulan,adanya biiznillah (atas izin Allah) atau Qodarullah (Atas taqdir Allah) jadwalnya aku belajar nyetir mobil dan saat itu juga motor yang biasa aku pakai untuk pergi ke tempat kursusan lagi nangis, ga mau jalan soalnya ban nya bocor, alhasil dengan setengah berat hati, aku pergi dengan kendaraan umum, Angkot namanya.

Di dalam angkot ada sekitar 4 sampai 6  anak SMP perempuan yang kupastikan mau pada pulang, saat itu jam masih setengah sepuluh, aku maklumi mereka kenapa jam segitu sudah pulang, itu  karena baru awal-awal masuk sekolah dan biasanya para guru sama anak-anak yang aktif di organisasi sekolah ngurusin anak-anak baru. Selain enam Siswi, ada satu ibu-ibu yang kupastikan dia buka warung di rumahnya. Soalnya, ada banyak jajanan anak-anak maupun dewasa memenuhi  mobil yang siapa lagi pemiliknya kalau bukan si ibu ini, bisa saja sih anak siswi SMP yang punya, tapi aku lebih seuzon ke ibunya kalau dialah yang punya.

Saat itu, aku duduk diapit ibu dan dua orang siswi. Saat aku baru ingin menyalakan bunyi-bunyian (lagu) pakai headset. Ibu disebelahku bertanya padaku.

"Neng mau kemana?" Tanya ibu itu.

Tumben ada yang berani nanya sama 'ninja' kataku dalam hati. (Ninja maksudnya cadar, karena amat jarang yang nyapa atau bertanya duluan pada orang yang pakai cadar).

"Lipo" jawabku (Lipo nama samaran ya teman, nama daerahnya aku sembunyikan takut ada yang nyulik :) ).

"Ngapain?" Tanya si ibu lagi.

Dalam hati, kok ibu ini berani nanya ngapain? Bukan masalah sih, tapi aneh saja, tapi aku senang, soalnya aku jadinya engga dengerin lagu hehe.

"Kursus nyetir mobil" kataku dengan suara agak keras, soalnya kalau pelan tidak kedengaran karena angin.

Aku sedikit melihat mimik ibu yang bertanya serta anak-anak SMP yang tadinya tak memperhatikanku, seketika memperhatikanku. Aku sih tahu, tapi pura-pura tidak tahu biar mereka engga malu.

"Subhanallah," kata ibu yang nanya. "Ibu seneng kalau liat yang udah pakaian kaya begini" kata si ibu sambil melihatku.

"Alhamdulillah, Bu" kataku sambil bingung atau apalah.

"Oh, ya Neng, kuliah di mana?"

"Jakarta, tapi sekarang audah lulus" jelasku.

"Ngabil jurusan apa?"

"Kesehatan"

"Iya, anak ibu juga seperti ini, pakai baju besar dan pakai cadar. Sebenarnya, ibu juga suka di beliin, yaah ibu mah dipakenya pas pengajian aja, Neng" si ibu menjelaskan tanpa beban.

"Nanti, insya Allah Ibu pake juga dong jangan pas ngaji aja yah" kataku sok kenal, padahal dari sejak awal aku belum kenalan.

Tak lama angkot berhenti, menandakan ada penumpang lain masuk. Semua penumpang siap-siap bergeser, termasuk aku, tapi kalau aku cuma pura-pura saja, karena aku tak mau pindah, soalnya sudah nyaman ada jendela yang dibuka, anginnya banyak.

Lama, aku ingin membuka perbincangan lagi dengan si ibu, tapi apa?

Sebenarnya, aku merasa seperti bertemu dengan saudara, pasalnya, rumah si ibu ini merupakan daerah yang bisa dibilang jarang banget ada yang seperti diriku, jarang banget, (aku tahu rumah si ibu ini sekilas, karena si ibu tadi bilang ke bang supir di turumin di Gang ...., malah, daerah yang si ibu tinggali ini merupakan salah satu daerah yang 'rawan' (artikan sendiri ya, arti rawan di sini apa hehe).

Tak disangka, si ibu lah yang kembali membuka percakapan duluan.

Bersambung...........

Tuesday, July 18, 2017

Apa Kabar, Al-Aqsa?


Oleh: Khansa S@F

Apa yang mesti kukerja,
Selain untaian Doa disertai luka, tanda hati  begitu nestapa.

Tidak banyak orang tahu, tentang berita kepiluan orang-orang palestian yang membela Al-Aqsa yang Mulia.

Karenanya,
Izinkan tulisan ini bercerita, tentang keadaan di sana.

Peluru hingga suara tembakan yang tiap hari menyergap, tak perlu kucerita,
Karena penduduk sana, sudah anggap hal biasa.
Pesawat tempur yang setiap hari hilir mudik mengintai pun, tak perlu ku jelaskan, karena bagi penduduk Palestina, kelipannya menjadi penerang malam yang gulita.
Begitu juga puing-puing bangunan yang hancur bukan karena rapuh melainkan sengaja di hancurkan pun, tak perlu  kukabarkan, karena bagi mereka, itu semua tidak cukup penting, karena sebaik-baik bangunan ialah rumah Allah yang Maha Bijaksana.

Tentu, mereka sabar, saat semua itu menimpa,
Namun... masih bisa sabarkah, saat melihat Rumah Allah yang Mulia direbut musuh Allah yang nyata?

Ah,
Apakah mereka benar-benar berani? Atau memang, karena  tak ada pilihan selain kata berani, hingga dengan keberanian itu, mereka melawan musuh yang  terlaknati demi membela Al-Aqsa, rumah Allah yang dirahmati.

Sobat...
Lihat lah sebentar, atau...  coba bacalah berita sekitar,
Teliti dengan saksama, bagaimana mereka, penduduk palestina  begitu beraninya menghadapi musuh Allah  yang terlaknati, walau pilihan akhirnya tak jarang mati.

Sudah sampaikah iman di hati ini?
Berani mati, demi Allah, pemilik kerajaan Abadi.

Pembelaan mereka, penduduk palestina terhadap Al-Aqsa yang mulia, begitu amat luar biasa.
Semoga Allah, menyaksikan apa-apa yang mereka kerja, hinga saat di akhir hayat kelak jika Allah tanya, mereka akan menjawab dengan mantap, bahwa di bumi,  mereka pernah berani melawan musuh Allah yang terlaknati, sekalipun nyawanya yang menjadi tebusan, demi Al-Aqsa yang dirahmati.

Duhai diri!
Sudah sampaikah iman ini?
Membela, dengan taruhan nyawa,
Mempertahankan, sekalipun sering disiksa,
Dan ikhlas nenerima, sekalipun jasad terluka.

Aku sadar,
Belum sampailah iman ini,
Karena, dalam hati yang selama ini  menjadi  raja diri, masih tersimpan kumpulan noda yang membuat hati mati.

Ya Allah, ya Tuhanku,
Aku tak bisa seberani mereka, penduduk palestina, yang  mempertahankan rumah mulia-Mu,
Namun, izinkan untaian doa ini terlantun untuk mereka, agar mereka, selalu Engkau beri kekuatan sepenuh-penuhnya.

"Ya Allah, rapatkanlah dada mereka dengan karunia iman dan indahnya tawakal pada-Mu, hidupkan dengan makrifatmu, matikan mereka dalam syahid di jalan-Mu, ya Allah... bimbinglah mereka aamiin"

Bumi, 18 Juli 2017 22:03 Wib

https://www.instagram.com/p/BWsXid1FtDJqUwASGIQJVymXPPeQdRyf0uO65s0/

Friday, July 14, 2017

Ini Tentang Niat


#EdisiTipsNulis
#Sabtu

Oleh: Khansa S@F

Saat menulis diniatkan untuk Illahi, pasti dengan sendirinya, Sang Pembimbing Abadi akan dengan senang hati membantu kita. Namun, bagaimana jika niat kita sudah tak lagi murni untuk-Nya? Ini nih, bahayanya.

Izinkan saya bercerita.
Hampir empat hari kemarin, saya amat malas untuk menulis, sekalipun menulis, antara isi dan judul kadang tak nyambung -asal menulis- dan saat saya baca, isinya tak cukup bermakna.

Ada apa? Tanya saya pada diri sendiri. Lanatas saya merenung, kenapa ini bisa terjadi (malas menulis).  empat hari begitu  terasa amat lama. Dalam hati nurani, saya menjerit, saya ingin menulis, tapi rasa malas dan keinginan menulis hilang begitu saja.

Hingga akhirnya, saya temukan akar masalah kenapa empat hari kemarin saya malas menulis, kemalasan itu timbul karena niat yang mulai tak lurus lagi.

Tak bisa dipungkiri, kemarin,  memang timbul kebanggaan di dada bahwa saya bangga menjadi penulis, dikenal, bahkan banyak juga yang suka dengan tulisan yang saya share. Rasa itu menjalar begitu saja hingga saya lupa, niat awal saya menulis untuk apa.

Hingga tak lama, Allah segera menegur saya dengan memberikan rasa malas untuk menulis. Dan tentu saja, saat saya sadar, ternyata rasa malas  ini keinginan saya.

Dulu, saya pernah mengikrarkan diri dengan Sang Maha Pencipta, jika niat saya menulis tak lurus lagi, tegur saya dengan menghilangkan hasrat untuk menulis.

Dan ini terjadi kemarin, saat hati dan pikiran amat menggebu ingin menulis, tapi ketika hendak menulis, tangan ini tak kuasa untuk menulis. Ada saja alasan untuk tidak mengetik. Hingga waktu pun mengalir begitu saja.

Saya bersykur Allah berikan rasa malas menulis kemarin, karena bagi saya, itu tanda jika Allah peduli dengan saya. Allah tak mau melihat niat saya yang mulai tak lurus berjalan terus. Terimakasih ya Allah... :')

Teman,
Setiap kita pasti memiliki niat yang berbeda, tapi saya tegaskan, niat terbaik ialah niat yang semata-mata untuk Sang Pencitpa. Pada intinya, segala sesuatu hal apapun, tidak hanya menulis, niatkanlah segala sesuatu itu  karena-Nya. Dan jika pun  niat mulai tak murni, segera periksa hati, agar tak larut dan tenggelam dalam niat yang tak pasti. Satu lagi, buatlah perjanjian diri dengan Allah yang Maha Abadi. Janji ini berfungsi sebagai penguatan diri, dan tentu saja sebagai komitmen kita dengan Sang Maha Tinggi.

Wallahua'lam

Bumi, 14 Juli 2017 20:35 WIB.

Sunday, July 9, 2017

Spesial Momen2

Oleh: Khansa S@F

_"Aa ayena kerja di mana?" (Aa sekarang kerja di mana?"_

_"Di Pt ****, tapi... jigana Aa bade resign, teh" (di PT..., tapi sepertinya aa akan resign, kak)_

_"Kunaon, A?" (Kenapa, A?)_

_"Pas Aa telusuri, perusahaan ie  mendukung  k*m***s, jadi aa bade resign bae teh" (Ketika Aa telusuri, perusahaan ini mendulung k*m***s, jadi Aa akan resign aja, Kak)_

_"Masya Allah, A..."_

_"Aa bade ngiring F*I bae, mencegah kemunkaran hehehe, karena hate aa palayna mencegah kemunakaran teh" (Aa mau ikut F*I aja, mencegah kemunkaran hehehe, karena hati Aa inginnya mencegah kemunkaran Kak)_

_"Enya atuh A, teteh mah dukung bae.." (Iya, A, Kakak dukung saja"_

***
Ini dia, salah satu adik kelas kesayangan lagi.
Saat masa Aliyah dulu, saya, dua sahabat saya, dan dia sering berdiskusi hingga berdebat. Wawasannya amat luas.

adik kelas yang satu ini amat sayang sama adik-adiknya di rumah, penyayang pokoknya, beradab, lembut tapi amat keras terhadap kemunkaran. Adik ini amat pemalu, banyak orang yang canggung serta takut padanya. Terlebih perempuan. Namun, entah mengapa, saya dan dua sahabat saya dekat dengan dia ini. Dan dia pun terhadap saya dan dua sahabat saya tidak canggung.

Saat tidak ada guru, saya suka bermain ke perpustakaan, di sana suka ada dia ini. Kalau ketemu dengan dia, selalu diskusi, diskusi dan diskusi, tidak mengenal tempat. Kadang di tempat duduk depan kelas, sambil jalan, sering di depan bahkan dalam musola sekolah. Pokoknya, kalau sudah bertemu dengan adik yang satu ini. Bawannya 'gatal' selain diskusi juga  ingin menggali ilmu banyak darinya.

Pernah dia bercerita. Saat sedang di perjalanan, dia pernah berdebat dengan orang kristen, mempertanyakan Tuhannya. Tentu, dia yang menang hehehe.

Dia ini yang sering mengabarkan kepada saya dan dua sahabat saya tentang Dajal, yahudi, kiamat dan lain sebagainya,  Intinya, pemikiran adik yang satu ini amat kritis.
Ucapannya sulit dicerna, tapi jika kita mau renungi. Sungguh sepertinya, sulit lagi menemukan laki-laki yang pemikirannya seperti ini. Contohnya hari ini, dia berucap yang tak bisa langsung saya cerna, tapi malam ini, saya baru menyadari ucapannya siang itu.

Alhamdulillah, hari ini, Allah izinkan bertemu kembali dengan dua adik kelas yang saya rindui. Bukan main bahagianya, tak terkira.

*

Saat itu, saya, sahabat saya, aa dan Ajis sedang makan (makan di walimahan). Setelah makan, kami sedikit mengobrol. Saat itu, saya mengenakan cadar.

"Teteh keturunan Arab, ya?" Tanya Aa sambil tangannya mengintruksikan cadar.

"Arab?" Tanya saya  bingung.

"Iya, itu..." sambil tangannya mengintruksikan cadar, tidak langsung menujuk ke arahku, melainkan ia memutar-mutar tangannya di mulutnya, seolah-olah ia pakai cadar.

"Kok, Arab?" Tanya saya semakin bingung.

"Keturunan Muhammad kali, A" kata sahabat saya.

"Iya, berarti gak boleh di ganggu hehehe" kata Aa sambil tersenyum.

"Maksudnya gak boleh di ganggu?" Kata saya penuh tanya.

"Kalau teteh, berarti boleh diganggu dong???" Tanya sahabat saya dengan penuh tanya.

"Hehehe... teteh keturunan Nabi Adam hahaha" katanya sambil tertawa.

"Hah... -_-#*#*#*#*#" saya dan sahabat saya saling berpandangan.

"Sudahlah lupakan hehehe" kata Aa santai tapi sambil tertawa.

Percakapan itu memang dilupakan saat itu. Tapi malam ini, saya baru tersadarkan apa maksud ucapan Aa kala itu.

Malam ini saya paham, maksud ucapan Aa "Engga boleh diganggu".

Sebelum itu, saya, sahabat saya dan satu adik kelas permpuan saya sedang duduk. Saat itu ada seorang laki-laki yang bisa dibilang tidak normal namun bukan gila. Laki-laki itu senyum-senyum sendiri, kemudian mendekati dan  menyalami sahabat saya dan adik kelas perempuan saya, namun dia tidak menyalami saya.  Padahal, posisi saya saat itu berada di tengah.

***

Ternyata, memang benar, Allah tidak menurunkan syariat dengan serta merta,melainkan pasti bermakna.

Salah satu manfaat cadar/penutup wajah ialah agar wanita muslim tidak diganggu. Saat itu, Aa tidak mengucapkan dalil-dalil Al-Quran, melainkan mencoba logika saya untuk berpikir hingga pikiran itu berujung pada Al-Qur'an.

Begitulah pemikiran seorang adik kelas yangsering disebut Aa ini,

Wawasannya luas, ilmunya cukup  tinggi, adabnya luar biasa, namun ia tetap rendah hati dan tak mau terlihat pintar atau mencoba kepint

https://www.instagram.com/p/BWVP_QBgTkpDNjSddGuQM-Sk3WeXG7Jskd77hY0/

Friday, July 7, 2017

'Why' Dulu, Baru 'How'

Oleh : Khansa S@F

Ada banyak pertanyaan-pertanyaan yang sering timbul, terutama bagi penulis pemula, tapi tak jarang penulis yang sudah mahir juga.

Namun, pernah sadarkah? Pertanyaan-pertanyaan itu hanya sekedar berkutat di "How" nya saja.

*Bagaimana agar menemukan ide bagus, bagaimana cara tulisan kita dinikmati pembaca, bagaimana menghadapi situasi saat-saat ide untuk menulis tak ada, bagaimana agar tulisan kita dimuat di media dan lain sebagainya.*

Padahal, sebelum ke itu semua, ternyata ada hal yang lebih amat penting. Apa?

'Why', mengapa kita menulis?.

Mengapa kita menulis?, inilah pertanyaan besar yang harus dijawab oleh kita, sebelum kita memulai untuk menulis.

Insya Allah, jika 'Why' kita sudah benar. Kedepan, pertanyaan-pertanyaan terkait 'How' akan terlesesaikan.

Pasti, setiap 'Why' kita berbeda. Nah, saat 'Why' kita sudah kencang. Saya yakin, segala hal yang berhubungan dengan 'How' akan terselesaikan.

Ini jelas saya alami sendiri, sekalipun awalnya saya tak tahu,  apakah 'Why' saya benar. Namun semakin berjalannya waktu, karena 'Why' saya inilah, saya merasa tulisan-tulisan yang saya tulis setiap hari, Allah SWT  beri kemudahan dan mengalir saja sekalipun tak jarang ide buntu.

'Why', mengapa kita menulis kawan?. Jujur, awalnya saya menulis karena sebuah hobi belaka, hingga dengan semau hati saja saya menulis. Tidak konsisten setiap hari menulis, tidak setiap hari share di media sosial, dan tidak ada sebesit niat pun untuk membuat group menulis sendiri.

Semakin berjalannya waktu, hati saya berontak sendiri, 'Kenapa kamu menulis, Vi?'. Hingga, tak lama, awalnya 'Why' hanya sekadar hobi, menjadi 'Why' yang berujung pada Illahi.

Untuk mencapai 'Why' karena Illahi, prosesnya cukup menguras energi ruh dan hati. Dan ini saya alami sendiri.

Teman, saat 'Why' kita sudah benar. Pujian manusia tidak ada artinya, sindiran manusia tak membuat kita goyah malah semakin terpacu untuk menulis, popilaritas pun tak membuat kita silau hingga sombong tak menentu.

Jika banyak orang yang mulai menyerah, karena saat tulisan-tulisannya tak diterima media atau penerbit buku, lantas orang itu mundur dan tak mau menulis lagi, hey... apakah 'Why' mu sudah benar?.

Saat banyak orang malas menulis karena tidak mahir dan ide untuk menulis tak kunjung datang, lantas orang itu untuk mundur untuk menulis, hey... apakah 'Why' mu sudah benar?.

Ada banyak orang yang bermalas-malasan untuk menulis karena seringnya mengalami kebuntuan saat menulis, hey... apakah 'Why' mu sudah benar?.

Tidak jarang orang berhenti menulis, karena tidak mendapat pujian dari manusa, lagi-lagi, 'coba periksa 'Why' mu, apakah sudah benar?.

Semua 'How' akan kita lewati karena 'Why' kita sudah benar.

Mau malas bagaimanapu, mau kecewa sebesar apapun, semua akan kita lewati karena semua itu bisa kita lewati. Sepertu badai pasti berlalu~

Saya, menulis setiap hari, apa tidak jenuh? Kadang saya jenuh!, tapi saat ingat 'Why' saya untuk Illahi, untuk apa saya jenuh?.

Saat tulisan saya tidak ada yang membaca bahkan kritik pedas selalu menghujani, apa lantas saya kecewa dan berhenti, sementara 'Why' saya untuk Illahi!.

Saat banyak orang bertanya 'Bukunya ada di toko buku mana?' atau 'tulisannya sudah dimuat media apa?', pertanyaan-pertanyaan itu kadang  amat menusuk saya, apa pantas karena itu, saya putuskan mundur untuk menulis, hey... untuk apa mundur, apakah dengan tulisan  dimuat di media mendapat pahala? Tentu tidak begitu juga kan?. (Waallahu'alam).

Sekalipun tulisan saya tak bertebaran di toko buku misalnya, atau tulisan saya biasa-biasa saja. Saya akan tetap konsisten menulis. Karena 'Why' saya mengalahkan segalanya.

Coba tengok, bagaimana ulama-ulama dahulu menulis banyak buku, apa karena mereka tidak menemukan 'How', pasti mereka pun menemukan tantangan-tantangan. Tapi, lihatlah mereka tetap menulis, karena saya yakin, mereka sudah menemukan 'Why' mengapa mereka harus menulis.

Sudahlah teman! Mulai saat ini, jangan jadikan 'How' kita sebagai alasan, karena jika 'Why' kita sudah benar. Semuanya akan terselesaikan, Insyaa Allah.

_Saat menulis diniatkan untuk Allah,_
_Aku yakin, segala_ _macam penghalang akan terlewati, Insya Allah._
_Soo... tetaplah menulis untuk kebaikan sekali pun  ada banyak orang yang tak menginginkan._

Sabtu, 8 Juli 2017 06:16 Wib.

https://www.instagram.com/p/BWQ5v4rAUi4FoNIQx4tVGtIYt3rIeRCwk1TT0M0/