Thursday, August 10, 2017

Ada Imam Di Mimpiku #3

Oleh: Khansa S@F

"Tidak ada yang bertanya lagi, kan? Jika tidak ada, presentasi ini saya cukupkan"

Aku melihat semua ekspresi teman kelasku tak seantusias biasanya. Alu tidak tahu kenapa mereka seperti itu, biasanya, saat aku presentasi, hampir semua teman kelas antusias, tidak jarang sangking antusianya, jam istirahat kebablasan.

"Baiklah, terimakasih atas semua perhatiaannya, assalamu'alaikum" kataku menutup presentasi pagi ini.

"Wa'alaikumsalaaam" jawab teman kelasku serentak.

Hari ini jam kuliahku memang tidak beraturan. Selesai mata kuliah pertama jam 9, nanti jam 10 ada mata kuliah tambahan lagi. Beginilah kalau mau memasuki masa UAS, dosen yang tidak masuk sesuai jadwal, sebisa mungkin harus menggantinya sebelum UAS dimulai.

Sebenarnya, aku merasa kasihan kepada mahasiswa yang tidak biasa bangun pagi, mungkin salah satunya aku. Tapi mau bagaimana lagi, mahasiswa harus ikut dosen, bukan dosen yang ikut mahasiswa. Eh, aku tidak tahu lah, takut salah ucap.

***

Hari ini sepertinya hari yang 'sial' bagiku. Tapi, aku tidak boleh beranggapan demikian, karena kata Ibu Ustadzah yang waktu itu mengisi kajian di Masjid Kampus, segala sesuatu yang terjadi di bumi ini, semua atas kehendak-Nya. Jadi, tidak ada kata hari sial sedunia, hari apes se indonesia, atau hari senang selamanya. Yang benar, dalam setiap peristiwa pasti tidak lepas dari kehendak-Nya. Aku bicara apa sih? So jadi ustadzah begini haha.

"Kamu kenapa, Na? Tanya Si Mustika sekaligus membuyarkan lamunanku.

Mustika ini merupakan salah satu dari tiga temanku yang getol banget mengajak aku untuk  ikut kajian di masjid kampus. Maklum lah, dia anak LDK di kampusku, bagian kemuslimahan kalau tidak salah. Jadi, akhir-akhir ini, aku sering ikut pengajian sama dia.

"Entahlah, aku juga tidak tahu aku kenapa" jawabku tak fokus.

Iya, fokusku tidak stabil saat ini, aku masih memikirkan laki-laki yang sekarang ada di kosanku. Siapa dia? Aku ingin membicarakan hal ini kepada Mustika. Tapi aku takut, pasti dia marah-marah dan ceramah panjang kali lebar. Padahal, aku sendiri juga sedang berada di posisi kebingungan. Pikirku, daripada nambah masalah, mending aku diam saja, mudah-mudahan laki-laki itu sudah menghilang.

"Gimana sih, kamu nih" kata Mustika sambil makan bakso yang sudah dingin. (Sebelum ke kantin dia izin le musola mau solat duha dulu katanya sebentar
Aku sudah pesankan dia semangkuk bakso karena tahunya dia solat sebentar, eh tidak tahunya sebentarnya dia setengah jamnya aku hehehe)

"Iya nih, aku juga engga tau aku gimana hehehe" jawabku sambil becanda.

"Ish" kata mustika, mungkindia kesal mendengar jawabanku. Dan aku pun sebenarnya kesal mendengar ucapanku sendiri.

"Ehm, Mus aku mau tanya deh" sambil menampakkan muka serius.

"Apa?"

"Sebenarnya, aku sudah menikah belum sih?" Tanyaku penasaran.

Mendengar pertanyaanku, Mustika seketika batuk seperti orang yang tersedak (Saat itu, Mustika sedang asyik makan bakso)

"Kamu nanya apa tadi?" Tanya Mustika tak percaya.

"Hhm, aku sudah menikah belum sih?" Aku mengulangi pertanyaanku lagi.

"Isnaaaaa, mimpi apa kamu semalam emang?"

"Engga mimpi apa-apa" jawabku polos.

"Hahaha, jangan-jangan, gara-gara kajian Ustadzah Hilda kemarin, kamu jadi ingin cepet nikah, yaaaa?" Tanyanya sambil menggodaku.

Ustadzah Hilda merupakan salah satu dosen sekaligus pembina LDK kemapusku, aku menyebutnya Ibu Ustadzah.

"Ibu Isna sudah meninggal, dan Isna ingin berhijrah. Maukah Ibu Isna panggil Ibu Ustadzah?" Tanyaku saat bertemu dengan Ustadzah Hilda tidak sengaja di lorong Kampus A Fakultas Pendidikan.

Saat itu, Ustadzah Hilda sudah menjelaskan makna ibu dan ustadzah, tapi karena lidahku masih kaku, jadi aku lebih sering menyebunya Ibu Ustadzah saja.

"Yasudah boleh sekali, Isna..." jawabnya ramah.

Apa benar yang diucapkan Mustika? Tapi seingat aku saat kajiam Ibu Ustadzah jumat kemarin, posisiku sedang mangantuk. Ibu Ustadzah jumat kemarin menjelaskan seputar istri dan suami yang baik agamanya bagaimana sih? Nah, aku ingat pesan terakhir yang Ibu Ustadzah ucapkan, bahwasanya salah satu i

khtir agar kita mendapatkan suami shalih, kita harus menshalihkan diri dulu. Dan tentu saja berdoa agar Allah memberikan siami shalih jangan dilupa.

Nah, mulai dari kajian itulah, aku ingin menjadi istri shalihah. Ikhtiarku? Aku mulai sering ikut-ikutan pengakian bareng Mustika, Zeze dan Fika,sekali pun masalnya segunung tangkuban perahu, aku juga mulai membiasakan bangun malam  untuk shalat tahajud, sekali pun aku termasuk manusia yang jarang shalat malam.kalau pun pernah shalat, pada saat bulan ramadhan sekalian sahur itu juga dibangunin Ayah. Atau, saat Mustika ikut menginap di kosanku. Dia shalat malam terus, dan aku sering dibangunkan oleh Mustika ini. Apalagi ya? Aku juga mulai ikut-ikutan program tahsin yang diadakan LDK, karena bacaan Qur'anku masih seperti benang kusut.

"Saat kajian Ibu Ustadzah kan aku tidur, Mus" kataku sambil mengingat-ingat.

"Tidur bagaimana coba, orang kamu paling depan duduknya hahaha"

"Emang, iya?"

"Kamu tuh, pura-pura polos atau lupa-lupa polos?"

"Kamu ngomong apa aih, Mus"

"Abisnya, pertanyanmu itu membuatku jadi aneh hhaha" sambil tertawa lspas, "jelas kamu belum menikah laah, kalau sudah menikah, mana suami mu, hah? Aku ingin lihat hehehee" lanjut Mustika dengan frekuensi tawanya yang mulai berkurang.

"Iya, sih hehehe" jawabku malu.

Kenapa dengan aku hari ini? Aku benar-benar belum menikah. Lantas, di kosanku siapa? Laki-laki yang mengaku-nagku sebagai suamiku itu? Aah! Aku bingung ya Allah...

No comments:

Post a Comment